Mataram (Suara NTB) – Kasus perkawinan anak ibarat fenomena gunung es. Di tahun 2023, angka perkawinan anak mencapai lebih dari 15 kasus. Sementara, permintaan dispensasi nikah di Pengadilan Agama mencapai lima kasus. Jika syarat dispensasi perkawinan harus melampirkan rekomendasi perkawinan anak dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram, maka tidak akan diterbitkan.
Kepala DP3A Kota Mataram, Dra. Hj. Dewi Mardiana Ariany mengakui, kasus perkawinan anak masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama-sama. Kasus perkawinan anak di tahun 2023 mencapai lima belas lebih, sementara permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama sebanyak lima kasus. Permohonan dispensasi pernikahan ini menjadi kewenangan pengadilan, tetapi pihaknya tidak akan pernah memberikan rekomendasi apapun untuk mengurus dispensasi perkawinan di pengadilan.
Pemberian rekomendasi oleh pemerintah justru akan bertentangan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasaan Seksual dalam pasal 10 menyebutkan sanksinya berupa pidana 9 tahun dan denda Rp200 juta. “Sebagai aparatur tidak boleh memfasilitasi perkawinan anak,” kata Dewi ditemui pada Selasa 6 Februari 20224.
Dijelaskan, perkawinan anak memiliki risiko besar terhadap anak itu sendiri maupun anak yang dilahirkan nantinya. Resiko dari sisi ekonomi, sosial, kesehatan, dan pendidikan. Kasus kekerasaan dalam rumah tangga dipastikan akan terjadi karena anak belum siap secara mental. Hal ini akan berujung pada perceriaan sehingga memicu munculnya rantai kemiskinan. Dari aspek kesehatan juga berisiko melahirkan anak stunting. “Jadi banyak sekali hal-hal yang berisiko apabila melakukan perkawinan anak,” jelasnya.
Dewi mengklaim, ketatnya pemberian dispensasi pernikahan sehingga permohonan dispensasi pernikahan di Mataram relatif lebih rendah dibandingkan kabupaten/kota lainnya di NTB.
Menurut Dewi, perkawinan anak yang terjadi di Kota Mataram lebih banyak akibat faktor kehamilan yang tidak diinginkan. Walaupun sebagian kasus juga dipicu keinginan dari anak itu sendiri. “Iya, sebagian kita perkawinan anak itu karena kecelakaan tadi itu,” timpalnya.
Pola asuh keluarga dinilai sangat penting menekan kasus perkawinan anak di Kota Mataram. Artinya, orang tua perlu memperketat pengawasan serta memantau aktivitas anak mereka baik di luar maupun di dalam rumah. (cem)