Mataram (Suara NTB) – Harga beras di Kota Mataram mahal. Masyarakat rela berebut untuk membeli beras murah yang disediakan oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) di pasar rakyat.
Husniah (40), rela datang lebih awal agar bisa membeli beras murah di kegiatan pasar rakyat. Meskipun demikian, ia tetap mengantre lama sebelum diberikan kupon pembelian oleh pegawai Dinas Perdagangan Kota Mataram. “Saya dari jam 08.00 sudah di sini. Warga sudah lumayan banyak juga menunggu,” tuturnya ditemui pada Kamis 29 Februari 2024.
Ia rela berebut dan berdesak-desakan dengan warga lainnya hanya untuk mendapatkan kupon pembelian beras murah. Pasalnya, ia tidak mampu membeli beras di pasar tradisional dengan harga mencapai Rp17 ribu-Rp18 ribu per kilogram.
Beras medium yang dijual Bulog, relatif terjangkau Rp52 ribu untuk kemasan 5 kilogram. “Cuma dijatahkan 5 kilo untuk satu orang,” ucapnya.
Hal senada juga disampaikan Dewi. Warga Ampenan ini, rela datang jauh-jauh ke kegiatan pasar murah yang digelar di Jalan Halmahera, Kelurahan Rembiga, untuk membeli beras Bulog. Ia menilai harga beras di pasar sudah tidak masuk akal. Padahal, Lombok adalah daerah lumbung padi, tetapi beras mahal. “Saya dari rumah berangkat jam 07.00 ke sini. Demi umi (ibu,red) saya rela antri dan berebut untuk beli beras murah,” ucapnya.
Kebutuhan pokok lainnya yang dibeli seperti telur dan minyak goreng. Komoditi ini kecenderung mengalami kenaikan saat bulan Ramadhan. Ia tidak bisa membeli banyak karena dibatasi.
Dewi berharap pengendalian harga terutama beras bisa dilakukan secara masif, karena akan berdampak terhadap kenaikan komoditi lainnya.
Kepala Bidang Barang Pokok dan Penting pada Dinas Perdagangan Kota Mataram, Sri Wahyunida mengatakan, pihaknya harus melakukan pengaturan untuk pembelian beras di pasar rakyat, karena pengalaman di Kelurahan Pejeruk, Kecamatan Ampenan, masyarakat berebut dan pembelian tidak dibatasi sehingga 2 ton beras yang dibawa habis dalam waktu 30 menit. Warga lainnya tidak mendapatkan jatah. “Kita atur dengan sistem antri. Mulai kemarin di Kekalik, satu orang hanya dapat 1 karung ukuran 5 kilo saja,” kata Nida.
Kebutuhan masyarakat membeli beras relatif tinggi dibandingkan dengan kebutuhan pokok lainnya. Karena itu, pihaknya meminta Bulog menambah tiga ton beras program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) untuk didistribusikan kepada masyarakat. Terbukti lima ton beras jenis medium ludes dalam sekejap.
Ia mengakui, masyarakat tidak ada pilihan untuk membeli beras SPHP, karena tingginya harga beras di pasar tradisional. Beras premium mencapai Rp17 ribu perkilogram. “Iya, sekarang masih mahal harga beras di pasar, makanya warga ramai membeli beras medium,” ujarnya.
Penumpukan tidak hanya di pembelian beras, melainkan minyak goreng, tepung, dan telur juga dipadati oleh warga lainnya. Warga memilih menyetok untuk kebutuhan bulan Ramadhan.
Ia berharap masyarakat tidak panik, karena memasuki musim panen, harga beras akan kembali normal. (cem)