Mataram (Suara NTB) – Pemerintah Kota Mataram menyerahkan 499 surat keputusan pengangkatan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) pada Jumat 22 maret 2024. Formasi tenaga guru banyak tidak terisi karena tidak memenuhi nilai ambang batas.
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Mataram, Taufik Priyono menjelaskan, jumlah formasi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang diterima dari pemerintah mencapai 562. Dengan rincian, 109 formasi tenaga kesehatan, 26 formasi tenaga teknis dan 427 formasi tenaga pendidik.
Setelah dilakukan proses seleksi administrasi dan tes kompetensi dasar terdapat 499 orang dinyatakan memenuhi nilai ambang batas atau lulus. “Jadi yang lulus seleksi 499 orang,” sebut Taufik Priyono ditemui usai penyerahan SK pengangkatan PPPK di halaman Kantor Walikota Mataram.
Pelamar yang lulus terdiri dari 108 tenaga kesehatan, 24 tenaga teknis, dan 367 tenaga pendidik.
Yoyok sapaan akrab Kepala BKPSDM, ini mengatakan, ada dua formasi tenaga teknis yang tidak terisi. Yakni, formasi jabatan pranata komputer dan ahli pratama komputer. Dua formasi jabatan tidak terisi karena pelamar tidak memenuhi nilai ambang batas.
Sementara, formasi tenaga pendidik yang kosong disebabkan tidak ada pelamar dan tidak memenuhi passing grade. “Paling banyak guru agama Hindu. Formasinya banyak, tetapi tidak ada pelamar,” sebutnya.
Sejumlah 499 PPPK yang menerima SK pengangkatan terhitung surat perintah melaksanakan tugas mulai 1 April 2024. SPMT ini menjadi dasar mendapatkan gaji. Ia mengatakan, PPPK yang baru menerima SK belum mendapatkan tunjangan hari raya keagamaan, melainkan hanya berhak menerima gaji ketiga belas pada bulan Juni mendatang. “TMT 1 Maret maka mulai terima gaji 1 April,” jelasnya.
Yani, pegawai Tata Usaha SDN 14 Cakranegara bersyukur telah menerima SK pengangkatan sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Penantian panjang telah terbayar sejak 15 tahun mengabdi. “Alhamdulillah, senang sekali. Perjuangan selama ini tidak sia-sia,” ucapnya.
Ia mengenang gaji yang diterima sebagai pegawai honorer Rp300 ribu per bulan. Upah itu tidak dirasakan pada bulan itu, melainkan dirapel tiga bulan berikutnya. Semenjak adanya kebijakan dana bantuan operasional sekolah, ia baru mendapatkan upah tiap bulan. “Gaji naik bertahap sampai sekarang saya terima Rp1,5 juta,” sebutnya.
Yani harus meninggalkan sekolah tempatnya mengabdi belasan tahun. Ia lulus sebagai tenaga teknis perencana di Dinas Sosial Kota Mataram. (cem)