Tanjung (Suara NTB) –Sejumlah petani di Desa Sesait, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara (KLU) mengalami kerugian. Pasalnya, tanaman padi yang sudah dan sedang dipanen tahun ini mengalami gagal panen. Beberapa petani juga mendapati hasil panen mereka menurun akibat cuaca.Informasi yang dihimpun koran ini, panen padi di Kecamatan Kayangan khususnya di Desa Sesait, sedang berlangsung. Sejumlah petani mendapati hasil panennya menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, ada petani yang dengan terpaksa memanen padinya hanya untuk pakan ternak, seperti padi milik petani, Saeful Bahri di Dusun Baru Jompang, Desa Sesait.
“Sebagian areal tanaman padi dijadikan pakan ternak sapi, bukan lantaran dipanen untuk dapat gabah,” ucap Hamdan.Ia menyebut, areal tanam milik Saeful Bahri kurang lebih 1 hektar. Hasil panen normal di areal ini sekitar 4 ton lebih dengan estimasi biaya berkisar Rp 8 juta sampai Rp 10 juta. Kondisi saat ini, areal itu hanya menghasilkan padi hanya 30 persen saja.Di lokasi lain, petani Ibu Marni dengan luas areal sekitar 40 are hanya menghasilkan 45 persen gabah dari produksi normal 2 ton. Bahkan Ibu Marni belum bisa menutup biaya yang sudah dikeluarkan untuk operasional mencapai Rp 3,9 juta. Petani lain atas nama Amaq Irun juga menghadapi kondisi serupa. Di mana penurunan produksi di areal 35 are tidak mampu menutup biaya produksi yang mencapai Rp 3 juta lebih.
Terhadap kondisi itu, Ketua Kelompok Tani Suli Mekar, Dusun Baru Jompang, Desa Sesait, Suhaerudin membenarkan informasi tersebut. Kendati hasil produksi menurun, namun pihaknya tetap bersyukur masih ada gabah yang bisa disimpan untuk menjaga ketahanan pangan di tingkat petani.”Penurunan hasil panen sudah jelas ada di kisaran 30 sampai 40 persen. Ini kami hitung dari rata-rata hasil sebelumnya,” ujar Suhaerudin.
Ia menyebut, kisaran penurunan produksi di tiap areal lahan petani berbeda-beda. Ia mencontohkan, dari petani yang sebelumnya memperoleh 50 ton, produksi tahun ini hanya 24 ton saja. Sedangkan petani yang sebelumnya mendapat 11 ton, menurun menjadi 8 ton. Demikian pula yang biasa mendapat 15 ton, ada yang mendapat 9 ton dan 10 ton. Sedangkan petani yang biasa mendapat 8 ton, hanya mendapat 5 ton.Pihaknya berharap, pemda baik provinsi maupun kabupaten dapat mengambil solusi kebijakan untuk membantu membiayai petani pada musim tanam berikutnya. Sebab, hasil panen saat ini sebagiannya digunakan untuk menutup operasional, serta kebutuhan sehari-hari. (ari)