Sumbawa Besar (SuaraNTB)- Penyidik pidana khusus (Pidsus) pada Kejaksaan Negeri Sumbawa menerbitkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap AM (48) di kasus korupsi pengadaan tanah di desa Labuhan Lambu, Kecamatan Tarano tahun 2019.
“Jadi, yang bersangkutan sudah kita panggil secara layak sebanyak tiga kali, namun tidak mengindahkan panggilan sehingga kita tetapkan menjadi DPO,” kata Kasi Pidsus Kejari Sumbawa, Indra Zulkarnain kepada Suara NTB, Selasa 7 mei 2024.
Indra menjelaskan, penetapan DPO terhadap AM karena dia diduga ikut terlibat pengadaan tanah tersebut. Dimana AM selaku orang yang menerima uang sebesar Rp150 juta dari kepala Desa untuk pengadaan tanah tersebut.
“Jadi, dia yang menggunakan SPPT milik bapaknya untuk menjual tanah tersebut dan uangnya dia (AM) yang menerima,” terangnya.
Dia pun melanjutkan, sebenarnya SPPT tidak bisa digunakan untuk proses jual beli tanah apalagi tanah tersebut menjadi aset pemerintah. Karena SPPT bukan sebagai bukti kepemilikan melainkan hanya untuk membayar pajak saja.
“Dia ini turut menikmati uang kerugian negara di kasus itu, karena dia yang menerima pembayaran dari Desa,” ucapnya.
Sebelumnya di kasus tersebut, majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, menjatuhkan pidana penjara terhadap Muskyl Hartsah mantan Kades bersama ketua BPD Asyaga, selama 1 tahun penjara.
Kedua terdakwa juga dibebankan untuk membayar denda sebesar Rp50 juta. Jika denda tidak dibayarkan keduanya harus mengganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan kurungan.
Dalam vonis tersebut, keduanya tetap dibebankan untuk mengganti kerugian negara sebesar Rp178,5 juta. Meski keduanya sudah mengembalikan uang tersebut ke negara seluruhnya.
“Membebankan kedua terdakwa untuk mengganti kerugian negara sebesar Rp89 juta untuk Muskyl Hartsah dan Rp80 juta untuk Asyaga,” dalam amar putusan yang dibacakan ketua majelis hakim Jarot Widiyatmono 25 mei 2024.
Jika kedua terdakwa tidak mampu membayar uang pengganti tersebut setelah adanya putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh negara. Jika uangnya tidak cukup untuk mengganti, maka dipidana dengan hukuman penjara selama 6 bulan.
Keduanya menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana korupsi karena sengaja membeli tanah masyarakat yang bersumber dari APBDes Desa setempat tahun 2019 sebesar Rp178, 5 juta.
Namun dalam proses pembelian tersebut kedua terdakwa tidak menggunakan tim appraisal atau penaksiran harga dalam perhitungannya. Kemudian tanah tersebut tidak dibayarkan pada pemilik yang seharusnya. (ils)