Selong (Suara NTB)- Delapan tahun sudah lamanya petani di tiga Kecamatan, Wanasaba, Pringgabaya dan Labuhan Haji meradang akibat aktivitas tambang. Tambang tanah urug dan pasir di wilayah Mamben Daya dan Mamben Baru Kecamatan Wanasaba masih memberikan dampak limbah yang buruk dan ganggu irigasi ribuan hektar lahan pertanian produktif di tujuh desa di tiga kecamatan tersebut.
Hal ini diungkap Ketua Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) Lendang Mudung, Usman saat hearing dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PUPR) Lotim, Achmad Dewanto Hadi di kantor Pengamat Pengairan Kokoq Tanggek Komplek Kecamatan Wanasaba, Senin 3 Juni 2024 kemarin.
Usman menuturkan, petani sebenarnya sudah menyampaikan pengaduan berulang kali ke pemerintah. Lokasi tambang ini pun pernah dikunjungi Bupati HM Sukiman Azmy. akan tetapi, sampai sekarang tidak kunjung ada solusi yang berpihak kepada petani.
Selama beberapa pekan terakhir ini, petani acap kali datang sendiri ke lokasi tambang secara bergerombol dan tongkrongin lokasi tambang. Disebut, ada empat lokasi tambang di gugusan tebing desa Mamben ini. Petani melihat sendiri penambang menggunakan aliran sungai yang digunakan untuk irigasi melakukan pencucian tanah menjadi pasir. Kondisi ini jelas membuat limbah yang mengancam kerusakan lahan dan tanaman padi.
Petani tidak melarang penambangan. Akan tetapi diminta, penambang mematuhi prosedur penambangan dan tidak membuat keruh air irigasi para petani. Pasalnya, selama delapan tahun terakhir ini produktivitas lahan pertanian merosot tajam. Komoditas bawang merah yang menjadi andalan petani Subak Lendang Mudung ini kerap rusak bahkan gagal panen. Limbah lumpur tambang lahan pertanian dan membuat lahan mengeras dan hancurkan tanaman.
Wakil Direktur PT Lio Jaya Mineral, Faozan selaku penambang mengakui adanya limbah yang ditimbulkan akibat penambangan. Pihaknya sendiri sejauh ini telah melakukan penambangan sesuai standar operasional prosedur penambangan. Yakni melakukan pencucian tanah menggunakan kolam terlebih dulu sebelum dialirkan sisanya ke sungai.
Faozan mengaku, pihaknya tidak sendiri menambang. PT Lio Jaya Mineral sendiri sudah dua tahun terakhir menambang. PT Lio Jaya ini siap penuhi keinginan petani dan tidak akan menimbulkan limbah yang merusak lahan pertanian. “Yang dikeluhkan memang masalah limbah, tapi kalau kami sudah mulai prosedural,” bantahnya.
Kapolsek Wanasaba, Ipda Lalu M. Ihsan siap mengawal aktivitas penambangan bersama instansi terkait. Bersama dengan Danpos Ramil Wanasaba, Pengamat Pengairan dan GP3A. Kapolsek ini sepakat dibentuk tim monitoring yang akan memantau aktivitas penambangan guna memastikan tidak ada yang dirugikan.
Sementara itu, Kepala Dinas PUPR Lotim, Achmad Dewanto Hadi menyadari selama ini kesepakatan kerap disetujui bersama namun sebatas diatas kertas. Harapannya, kesepakatan bersama membentuk tim monitoring ini dapat dilaksanakan dengan baik.
Menurut Dewanto Hadi, untuk mengatasi masalah limbah tambang itu perlu partisipasi semua pihak. Penambang mengaku sudah menambang sesuai prosedur, sedangkan petani masih mengeluh. Sehingga diperlukan tim partisipatif untuk melakukan pemantauan.
Tim pemantau ini dibentuk terdiri dari polisi, TNI, petani dan pengamat pengairan. Kalau nantinya dalam kegiatan pemantauan ditemukan fakta masih ada limbah, maka penambang tidak boleh tersinggung dan harus mau dan sadar untuk merubah diri. “Kita coba satu bulan ini, bulan depan kita akan monitoring bersama,” imbuhnya.
Petani diyakini tidak akan kuat untuk tongkrongin aktivitas penambangan yang dianggapnya menimbulkan limbah. Penambang juga diingatkan jika tetap menambang dan menimbulkan limbah, maka bisa dijerat undang-undang lingkungan dan ketentuan peraturan lainnya. Karenanya, para penambang jika terus terusan diprotes petani, maka regulasi itulah yang akan bicara. (rus)