Selong (Suara NTB) – Banyak petani tembakau saat ini memilih menanam tembakau rakyat atau rajang. Tembakau yang disebut tradisional pengolahannya itu kini justru paling diminati petani. Alasan lebih ekonomis dan efisien membuat banyak petani kembali memilih rajang. Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Lombok Timur (Lotim), Mirza Sophian, pada Rabu 12 juni 2024. Pada tahun ini, target luas tanam tembakau di Lotim mencapai 24.897 hektar, yang terbagi menjadi 12.731 hektar untuk tembakau rajang dan 12.166 hektar untuk tembakau Virginia. Sebanyak 22.000 petani telah menanam tembakau sejak Januari hingga Mei.
Peralihan ke tembakau rajang semakin seimbang dibandingkan sebelumnya, di mana tembakau Virginia mendominasi. Kini, tembakau rajang menjadi lebih bergengsi untuk dikembangkan, karena permintaan pasar yang cukup besar serta penanganan pasca panen yang lebih mudah, murah, dan efisien. Faktor-faktor ini menyebabkan banyak petani beralih ke tembakau rajang. Lombok kini menjadi satu-satunya pulau yang masih bertahan dengan tembakau krosok. Meski tembakau Virginia masih diakui kualitasnya di dunia, para petani di Lombok lebih memilih tembakau rajang karena berbagai keunggulannya.
Tembakau Virginia juga dirajang atau dioven setelah panen, dengan harga yang tidak jauh berbeda. Namun, proses oven lebih mahal meski menawarkan kemudahan dan keuntungan lebih besar, dengan selisih biaya berkisar Rp 15 ribu per kilogram. Dari segi luas tanam, setiap tahun mengalami peningkatan. Saat ini, 68,2 persen dari total tembakau yang ditanam adalah tembakau rakyat (rajang), sementara tembakau Virginia hanya mencakup 29,31 persen. Memasuki musim tanam tahun ini, ada kekhawatiran terkait akan adanya RPP UU Kesehatan yang dapat mempengaruhi sektor tembakau.
Dari sisi kesehatan, tembakau memang berbahaya, namun dari sisi ekonomi, tanaman ini tetap menjadi “emas hijau” bagi petani Lombok, khususnya di Lombok Timur. Selama dua tahun terakhir, para petani tidak mengalami kesulitan budidaya. Harga tembakau ini justru makin menggiurkan. Harga tembakau yang tinggi, dengan grade tertinggi mencapai Rp 75 ribu per kilogram, meningkat dari Rp 55 ribu sebelumnya. Selain itu, tembakau kini lebih diminati daripada jagung. Lahan kering justru lebih cocok untuk tembakau, meski para petani tetap harus waspada terhadap kondisi cuaca.
BMKG memprediksi adanya potensi La Nina yang bisa menyebabkan hujan besar. Untuk mengantisipasi hal ini, petani diingatkan melalui UPT kecamatan untuk memperbaiki drainase agar lahan tidak tergenang dan menyebabkan tembakau membusuk. Di wilayah seperti Jerowaru, misalnya, biaya yang dibutuhkan mencapai Rp4-5 juta untuk membuat drainase. Pasalnya, saat hujan besar datang, lahan bisa berubah menjadi kolam karena tekstur tanah liat, berbeda dengan daerah tengah yang lebih poros. Dengan berbagai tantangan yang ada, para petani tetap optimis dan terus berupaya meningkatkan produksi dan kualitas tembakau di Lotim. (rus)