Mataram (Suara NTB) – Fakultas Hukum Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FHISIP), Program Studi Hubungan Internasional Universitas Mataram mengirim mahasiswa Magang Studi Independent Bersertifikat (MSIB) ke empat universitas luar negeri. Diantaranya yaitu, Universitas Utara Malaysia (UUM), Walailak University Thailand, National University of Singapore, dan Pukyong National University di Korea. Sekaligus melepas mahasiswa MBKM proyek kemanusiaan di NTB.
Adapun jumlah mahasiswa yang dikirim yaitu sebanyak 39 mahasiswa. Mahasiswa tujuan malaysia berjumlah 22 orang, Thailand 12 orang, Singapura 3 orang dan Korea Selatan 2 orang. Sedangkan untuk proyek kemanusiaan sebanyak 29 orang, yang akan mengabdi di Sumbawa, Lombok Barat dan Lombok Timur.
Unit Koordinator MBKM, Lalu Puttrawandi Karjaya S.IP., MA menjelaskan, tahun 2023, negara tujuan program MSIB hanya ke Malaysia dan Thailand. Dengan jumlah 12 orang mahasiswa. Sedangkan tahun ini mahasiswa yang berpartisipasi menjadi 39 orang.
Untuk proyek kemanusiaan, tahun lalu berjumlah 100 orang yang dibagi menjadi 10 kelompok dan tersebar di Seluruh NTB. Meliputi Bima, Sumbawa dan paling banyak di Lombok. Tahun ini jumlahnya berkurang karena mereka memilih untuk ikut MSIB ke luar negeri.
“Karena ada kesempatan yang sangat terbuka untuk pergi ke luar negeri dengan biaya yang relatif murah. Biayanya juga partial, setengah dari kampus dan setengahnya dari mereka. Jadi mereka lebih memilih untuk pergi ke luar negeri dan proyek kemanusiaan,” jelas Lalu Puttrawandi Karjaya.
Dodi menjelaskan, mahasiswa magang tersebut akan berangkat secara bertahap pada Kamis 20 Juni untuk tujuan Malaysia. Sedangkan tujuan Korea, Singapura dan Thailand pada 29 dan 30 Juni.
“Adapun lama kegiatan magang tersebut akan berlangsung selama 2 bulan karena kegiatannya banyak yang harus diikuti. Selain ada pengajaran sebagai asisten riset, mereka juga harus menulis laporan, sebagai laporan MBKM,” kata Dodi.
Berbeda dengan tahun lalu, tujuan magang mahasiswa MSIB tidak terfokus di kampus. Melainkan, mereka bekerja sama dengan NGO yang ada di Malaysia.
Dodi menerangkan bahwa, program MSIB diseleksi melalui pembuatan proposal, kemampuan bahasa, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) , dan kesiapan mereka untuk mengeluarkan budget di luar bantuan kampus. “Budget ini menjadi penting karena ada keterbatasan juga dari kampus. Itu yang ditekankan di awal jika mereka tidak sanggup, lebih baik memilih program yang lain,” ungkapnya.
Adapun untuk mahasiswa yang mundur sebanyak 3 orang dan lebih konsen untuk mengerjakan skripsi. “Mundurnya lebih ke alasan teknis, untuk alasan studi. Bukan karena mereka enggak mau,” pungkasnya. (ulf)