MUSIM kemarau sudah tiba. Meski hujan turun di beberapa tempat di NTB, khususnya Pulau Lombok, sifatnya hanya sporadik. Jika memasuki musim kemarau, petani yang ada di daerah ini yang sebelumnya menanam tembakau mulai menanam tembakau.Meski demikian, menurut Kepala Bidang Perkebunan pada Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi NTB H. Achmad Ripai, S.P., M.Si., sebelum menanam dalam jumlah luas, petani diminta memperhatikan kondisi cuaca dan iklim di sekitarnya. ‘’Selain itu, petani juga tetap harus berkoordinasi dengan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL),’’ ujarnya pada Suara NTB, Senin 24 Juni 2024
Jika sudah berkoordinasi dengan PPL, ujarnya, petani bisa menanam tembakau dan memperhatikan saluran air di sawahnya, sehingga ketika musim hujan turun, air yang ada bisa langsung mengalir dan tidak merendam tanaman tembakau. Hal ini penting dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya gagal panen saat hujan turun.
Diakuinya, sekarang ini harga tembakau cukup mahal, sehingga petani diimbau betul-betul memperhatikan tanaman tembakaunya, sehingga ketika ada hujan turun secara tiba-tiba tidak membuat petani merugi.
‘’Sekarang ini, harga tembakau cukup mahal. Sebagai contoh, untuk tembakau rajang, harganya per kilogram itu Rp50.000. Belum lagi bagian daun yang lain dan di-oven, ada yang mencapai Rp70.000 per kilogram,’’ ungkapnya.Pihaknya bersyukur pemerintah daerah sudah memberikan bantuan mesin rajang kepada petani tembakau, sehingga daun yang paling bawah masih memberikan nilai tambah bagi petani. Itu artinya, seluruh bagian tembakau tidak ada yang dibuang dan mampu menghasilkan pada petani.
Mengenai luas areal tanaman tembakau tahun 2024, Ripai mengaku jika Distanbun Provinsi NTB masih menggumpulkan data dari kabupaten/kota di NTB. Begitu juga dengan jumlah petani yang menanam tembakau, baik yang mandiri dan di bawah binaan perusahaan masih dalam proses pendataan. (ham)