Tanjung (Suara NTB) – Pemda Kabupaten Lombok Utara (KLU) melalui Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Perumahan dan Permukiman (PUPR dan Perkim) telah mendistribusikan air bersih kepada warga Dusun Gili Meno, Desa Gili Indah sejak Rabu, 3 Juli 2024. Dari 6 hari pendistribusian yang sudah dilakukan, DPRD lantas turun melihat kondisi riil di lapangan. Masukan masyarakat atas perbaikan kepada Pemda disampaikan lewat DPRD, di antaranya meminta tambahan titik drop point, menambah armada angkutan, hingga membantu masyarakat menekan cost pengambilan dari titik drop point‘ ke rumah warga.
Di sela-sela kunjungan lapangan, Wakil Ketua Komisi II DPRD KLU, Hakamah, S.KH., Senin, 8 Juli 2024 mengungkapkan, sejumlah masukan dari warga telah disampaikan ke DPRD terkait efektif tidaknya mekanisme pendistribusian air bersih menggunakan boat public ke Gili Meno. Hal yang paling menonjol disuarakan adalah volume angkutan yang belum memenuhi ekspektasi kecukupan air bersih.
“Kami mencatat ada 4 poin yang disampaikan warga. Pertama, Pemda diminta menambah volume angkutan dari 2 armada menjadi armada. Karena dengan hanya 2 armada, air yang diantarkan langsung habis,” ungkap Hakamah.
Ia juga mendorong, agar aspirasi tersebut ditindaklanjuti. Pasalnya, dengan daya angkut 2 boat per hari dibandingkan dengan jumlah warga Gili Meno dengan kisaran 900 jiwa, pelayanan saat ini tidaklah cukup. Ia pun mendorong agar Pemda mengoperasikan kapal milik Pemda yang saat ini berada di bawah kendali Dishub KLU.
Aspirasi berikutnya kata Hakamah, berkenaan dengan jumlah titik drop poin. Sebanyak 5 titik tandon penyimpanan yang disediakan Pemda KLU dianggap belum cukup, karena volume angkutan saat ini hanya sekali dalam sehari dari 2 boat yang disiapkan.
“Mengacu pada kebutuhan, anggaplah 45-50 liter per orang per hari, maka Pemda minimal harus mendistribusikan 40.000 liter. Sedangkan asumsi Pemda hanya 16.000 liter per hari dari 2 boat,” jelasnya.
Aspirasi ketiga, sambung politisi Gerindra KLU ini, adalah munculnya biaya tambahan di tingkat warga. Di Gili Meno, tidak semua warga berada dekat dengan titik drop point, begitu pula, kemampuan akses warga bervariasi.
“Bagi warga yang berada jauh dari lokasi tandon, harus mengeluarkan biaya tambahan untuk cidomo sebesar Rp 50.000 sekali angkut. Di Gili Meno tidak semua warga mampu, sehingga pemerintah perlu memikirkan solusi tambahan, misalnya dengan menyewa cidomo khusus untuk membantu warga,” terangnya.
Terakhir, tegas Hakamah, solusi jangka panjang yang mengedepankan KPBU dengan PT. TCN masih menjadi materi penolakan oleh warga. Menurut Hakamah, Pemda tidak harus memaksakan kebijakannya di tengah dampak isu lingkungan yang mengancam kelestarian kawasan konservasi.
“Jadi kami mendorong agar Pemda segera melakukan lobi ke pusat agar pusat dapat membiayai perpipaan bawah laut. Apalagi Pemda dulu pernah ditawari tetapi ditolak,” tandasnya.
Untuk diketahui, sejumlah dewan yang turun ke Gili Meno kemarin antara lain, Debi Ariawan, Ada Malik, Salitep, Saparudin, H. M. Arsan, Zainudin serta satu orang pendamping Komisi.
Terpisah, Kepala Bidang Cipta Karya pada Dinas PUPR Perkim KLU, Rangga Wijaya, ST., yang dikonfirmasi mengungkapkan proses distribusi air ke Meno yang berjalan 6 hari akan dievaluasi sejauh mana efektivitasnya.
“Kaitan dengan proses angkutan dari titik pengambilan, saat sosialisasi disepakati warga mengambil sendiri. Kalau kita bantu lagi dengan mengeluarkan biaya, maka pagu Rp500 juta yang diberikan TAPD tentu tidak cukup,” kata Rangga.
Ia merinci, dari pagu Rp 500 juta, sebanyak Rp 300 juta disiapkan untuk sewa 2 unit boat publik yang mengangkut air selama 50 hari. Setiap harinya, biaya sewa 2 unit sebesar Rp 1,3 juta, ditambah kewajiban pajak-pajak, maka total pengeluaran sewa per hari menjadi Rp 1,5 juta. Sedangkan sisa 200 juta lagi dipergunakan untuk pengadaan material tandon, mesin pompa, selang pipa, dan kebutuhan pendukung lainnya.
“Kondisi sekarang memang baru satu kali jalan, karena ada kendala gelombang, dan sulit sandar saat air surut. Sembari berproses, kita tetap akan evaluasi kendala-kendala lapangan,” sambungnya.
Menurut Kabid CK, kebijakan penambahan volume ritase angkut, maupun biaya cidomo, harus dilaporkan kepada Pimpinan selaku pemegang kebijakan anggaran. Pihaknya tetap mengacu pada perencanaan awal yaitu memaksimalkan pengangkutan menjadi 2 kali sehari menggunakan 2 unit boat publik.
“Kemarin juga ada dudukan tandon rusak menyebabkan tandon ikut rusak. Itu harus diganti. Kalaupun warga minta tambahan menjadi 6 titik, harapan kita warga membantu menyiapkan tandon untuk diisi.”
“Kita masih lihat yang 5 titik ini dulu seperti apa perkembangan. Senadainya air cepat habis, maka kita evaluasi agar bisa ditambah lagi. Kita maklumi, info lapangan dari teman-teman yang mendampingi, 5 titik memang belum maksimal,” tandasnya. (ari)