Giri Menang (Suara NTB) – Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Wamendes PDTT) Paiman Raharjo melakukan panen raya kapas di Dusun Gumesa Timur Kecamatan Gerung Lombok Barat (Loba), Kamis, 11 Juli 2024.
Panen raya bersama istri Menko Polhukam, Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI), Penjabat (Pj) Ketua Dekranasda NTB dan pengurus, Pj Ketua Dekranasda Lobar, dan para kepala OPD terkait tersebut dilakukan pada areal tanaman kapas seluas 4 hektar.
Wamen PDTT mengatakan kapas menjadi salah satu potensi pertanian yang masih membutuhkan sentuhan pendampingan dan pembinaan yang lebih intens dari pemda, baik Pemda Lobar maupun Pemprov NTB. “Maka bagaimana cara mendapatkan bibit yang murah, hingga pemasarannya. Di masa tanam diberikan bibit, pupuk, kemudian panen, dan seterusnya,” katanya.
Paiman mengatakan, potensi kapas di NTB bagus dan subur. Hanya saja yang disayangkannya adalah irigasi persawahannya. Itu mungkin bisa dikolaborasikan dengan Pemda atau pengusaha setempat untuk membuat sumur pompa.
“Misalkan di sini dibuatkan sumur pompa dengan kedalaman 50 meter. Jarak satu hektare dibuatkan lagi. Sehingga di musim kemarau pun tetap bisa panen. Di Jawa saya lihatnya seperti itu,” jelasnya.
Perlu diingat, Indonesia adalah negara agraris, sehingga tidak boleh kita melupakan tentang pertanian hingga para generasi muda juga tertarik untuk menjadi petani kapas ini. Karena pertanian ini sangat penting, maka perlu adanya motivasi agar mau bertani.
Beberapa keluhan juga datang dari masyarakat. Salah satunya kepemilikan lahan pemda atau negara yang tidak jarang diklaim pemerintah desa setempat adalah milik desa. Itu yang terkadang membuat pemuda malas untuk mulai bertani.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Poppy Dharsono, mengapresiasi potensi kapas yang dimiliki Lobar. Menurutnya, ini bisa menjadi cikal bakal untuk sandang NTB Go internasional. “Sekarang saya bisa mengatakan from cotton to Indonesia Fashion Week to London, to Paris, to Milan,” ucapnya.
Ia mengatakan, tentunya dengan kebersamaan dan kerjasama semua pihak dapat mengembalikan masa jaya dari kapas, mulai dari masyarakat hingga pemerintah.
Sementara itu, para petani Kapas mengaku tidak lagi menjual hasil tanam kapas ke luar daerah (Bali), lantaran sudah ada bantuan rumah kedaulatan sandang, sarana prasarana peralatan bagi para petani dan perajin setempat.
Petani juga sudah bekerjasama dengan salah satu perusahaan dalam pengembangan kapas tersebut. Ketua Kelompok Tani Darmayasa, Bidadari Dusun Gumesa Timur, I Wayan Suarjana mengatakan kalau dulu petani menjual hasil panen ke Bali melalui pengepul. Dalam sekali kirim ke Bali, ada yang mencapai 7-8 kwintal kalau dirata-ratakan.
“Tapi sejak sekarang tidak lagi dikirim ke Bali, kita olah di sini, mulai dari pemisahan biji, pembuat benang, pemintalan tenun,” ujarnya.
Tanaman kapas ini masa panennya pada usia 3,5 bulan dalam semusim panen (setahun) dilakukan tiga kali, dengan hasil panen per hektar bisa sampai 1 ton. Harga per kilogram Rp15 ribu, sehingga kalau dikalkulasi Rp15 juta per ton per hektarnya. Pupuk yang digunakan untuk kapas pun organik, begitupula obat hama mengunakan obat tradisional. Sedangkan untuk bibit, petani kerjsama dengan perusahaan. “Kami kerjasama dengan perusahaan,” ujarnya.
Sementara itu, Kadistan Lobar Damayanti Widyaningrum mengatakan, wilayah ini memang sejak lama menjadi sentra kapas. Bahkan sejak beberapa tahun silam pernah mencapai pengembangan ratusan hektar. Dulunya di wilayah ini banyak sentra kapas, namun petani kesulitan menjual (pasar), sehingga banyak petani menjual ke Bali.
Di Bali kapas yang dihasilkan petani ini dijadikan benang, dan para penenun di sini pun membeli benang dari Bali dengan harga tinggi. “Dulu kapas dikirim ke Bali yang kemudian dibuat menjadi benang. Lalu dibeli para perajin di sini dengan harga mahal,”jelasnya.
Pemda pun pernah punya ide untuk membantu mesin pemintal. Namun karena terkendala anggaran, sehingga tidak bisa terealisasi, sehingga dengan adanya bantuan rumah kedaulatan sandang, di daerah ini bisa menjadi sentra kapas dan tenun. “Mulai dari panen kapas, benang, kemudian ditenun menjadi produksi sandang,”ujarnya.
Bantuan yang diberikan berupa mesin pintal dan lainnya. Dengan begitu, maka petani perlu jual hasil panen ke Bali dan dari hasil pengolahan kapas itu nantinya diharapkan bisa menambah nilai tambah dari petani dan perajin, karena menjual dalam produk kerajinan dengan bahan baku yang sudah ada di daerah itu. Perajin pun bisa membeli dengan harga terjangkau. Perajin juga dilatih bagaimana melakukan pemisahan biji dan serat kapas serta bagaimana memintal hingga menjahit.
Ia menambahkan, melihat dari target market dari bahan baku kapas adalah pelaku industri fashion, maka kapas yang ditanam adalah kapas organik. Sesuai dengan minat pasar internasional lebih kepada kapas organik dibandingkan anorganik. Meski saat ini, ekspor kapas yang dilakukan Lobar masih kecil untuk ke luar negeri.“Intinya kami mengharapkan petani ini nantinya sejahtera. Dan kedaulatan sandang bisa tercapai,” tandasnya. (her)