Mataram (Suara NTB) – Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) NTB, H. Sahdan, S.T., M.T, mengaku tidak tahu-menahu perihal permasalahan dugaan penyelewangan dana penyewaan alat berat milik Dinas PUPR tersebut. Meski tiga alat berat tersebut disewakan pada masa ia menjabat sebagai Kepala Dinas, namun ia sama sekali tidak dilibatkan pada pengelolaan hingga penandatanganan perjanjian kerja sama penyewaan alat berat itu.
“Betul di zaman saya (penyewaan alat berat). Tapi itu di Balai Jalan, ada di balai, ndak ada minta tanda tangan MoU,’’ ujarnya di Mataram, kemarin.
Sebelumnya, ia sempat dimintai keterangan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) karena penyewaan ini dilakukan pada masanya menjabat. Namun, ia mengaku saat ditelepon oleh APH, ia menjawab sesuai dengan jawabannya kepada wartawan. bahwa dirinya tidak mengetahui perihal adanya penyewaan alat berat tersebut.
“Sekadar ke saya saja (konfirmasi APH, red), lewat telpon saja. Saya tidak tahu kalau soal itu. Kalau saya tahu, saya coba jelaskan panjang lebar. Itu kan di balai pengelolaannya, bukan di dinas (PUPR),” lanjutnya.
Meskipun dana sewa ini masuk dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD), tapi tetap ia mengatakan pengelolaan ada di Balai, sehingga meskipun dirinya menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR waktu itu, ia tidak dilibatkan sama sekali oleh Kepala Balai.
‘’Ya betul (sebagai Kepala Dinas, red), tapi pengelolanya di Balai. Andai kata mereka minta pendapat, ya saya kan bisa sampaikan pandangan, tapi karena tidak diberi tahu, ya ndak bisa,’’ tambahnya.
Ia mengaku jika dirinya diberi tahu, ia bisa memberikan pandangannya terkait sewa-menyewa alat berat ini. Bahkan, jika dinilai ganjil, ia mengaku pasti tidak akan memberikan izin penyewaan tiga alat berat milik Dinas PUPR ini.
“Kalau ada hal-hal ganjil begitu kan saya bisa ditanya, tapi nyatanya kan saya ndak diberi tahu. Kalau diberitahu, kan saya pertimbangkan, apa untung ruginya. Apa dampak buruknya, seperti itu,” ujarnya.
Menurutnya, kasus ini biarkan saja menjadi permasalahan Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok sebagai pengelola. Pun pada saat sewa-menyewa, pihaknya tidak dilibatkan sama sekali.
“Ya kalau memang terjadi pelanggaran ya udah, itu urusannya Balai yang melaksanakan. Dia juga sebagai bawahan saya umpamanya, andai kata dia menganggap (sebagai bawahan, red) pasti dia beritahu saya,” pungkasnya.
Adapun saat ditanya apakah sewa-menyewa ini termasuk ilegal karena tidak melibatkan Kepala Dinas? Shdan yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas ESDM ini mengaku tindakan ini tidak bisa dikatakan ilegal, karena memang Balai sebagai pengelola ada kepalanya di situ.
“Ndak Ilegal, kan ada pengelolanya. Pengelolanya Balai itu. Kan ada dua pihak yang bersepakat, dia Kepala juga disitu, Kepala Balai,’’ tutupnya. (era)