Dompu (Suara NTB) – Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Dompu akan tetap mengelola pabrik es batu di Desa Jala Kecamatan Hu’u. Langkah ini diambil menyusul penelantaran oleh pihak ketiga yang diberi kuasa mengelola pabrik es, dan bahkan menyisakan utang iuran listrik hingga puluhan juta.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Dompu, Amiruddin, S.Hut saat dikonfirmasi Suara NTB, Kamis, 18 Juli 2024. “Untuk sementara ini, kita kelola sendiri oleh dinas pabrik es batunya. Tiga pihak ketiga yang sebelumnya diberi kuasa mengelola, justru berujung ditelantarkan. Kadang alat-alatnya hilang dan rusak. Bahkan sampai menyisakan utang tunggakan listrik,” ungkap Amiruddin.
Pengelolaan pabrik es di Desa Jala ini mulai dilakukan oleh dinas sejak November 2023. Sejak dikelola sendiri, selain bisa menutupi biaya operasional, juga bisa memberi kontribusi untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kendati dengan alat cetak es batu saat ini lebih banyak daya listriknya, sehingga berdampak pada pembengkakan biaya operasional. “Sejauh ini bisa menutupi biaya operasional, bahkan bisa disetorkan ke kas daerah,” ungkapnya.
Amiruddin juga mengakui, es batu yang diproduksi di pabrik es Desa Jala hanya ukuran sedang yaitu 10 kg per batang. Es batu ini biasa digunakan untuk pengepakan ikan dan udang untuk dikirim ke luar daerah. Sementara untuk nelayan tangkap ikan besar dan biasa melaut di atas 3 hari, mereka membutuhkan es batu lebih besar. Yaitu es batu ukuran 25 kg per batang. “Ini yang menyebabkan belakangan ini, es batu kita kurang pembeli, karena ada yang bawa es batu ukuran besar,” katanya.
Terkait penawaran pengelolaan es batu dari warga, Amiruddin mengaku, hingga saat ini belum diterima pihaknya. Karena sejauh ini baru disampaikan secara lisan. “Biar kita kelola sendiri aja dulu untuk kebutuhan masyarakat dan nelayan sekitar,” terangnya.
Rustam Efendi, pengelola pabrik es Jala mengaku, pabrik es batu Jala berhasil membiayai dirinya sendiri sejak dikelola Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Dompu pada November 2023 lalu. Kendati biaya operasionalnya cukup tinggi yaitu Rp.5 juta per pekan saat produksi tetap aktif. Namun belakangan ini, produksi semakin berkurang akibat semakin terbatasnya pembeli.
Terbatasnya pembeli es batu akibat dari adanya es batu ukuran besar yang datang dari Sumbawa. Mereka ini langsung datang ke tempat – tempat keluar ikan dengan mobil khusus, sehingga nelayan dan pedagang ikan banyak memilih membeli langsung ke mereka. “Biasanya, sekali produksi 70 balok hanya sebentar dibeli nelayan dan pedagang ikan. Sekarang sudah lama diproduksi, belum habis terjual,” ungkapnya. (ula)