Mataram (Suara NTB) – Pemprov NTB hingga kini masih terus menggencarkan penanganan kasus stunting. Dengan mengantongi data by name by address, Pemprov NTB melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) melakukan intervensi dengan sejumlah upaya di lapangan.
Kepala Dinkes NTB Dr.dr H. Lalu Hamzi Fikri mengatakan, angka stunting di NTB masih tersisa 12,93 persen atau sebanyak 52.619 anak. Sasaran anak yang ditimbang sebanyak 427.484 orang, maka posisi entri data per Juni 2024 kemarin sudah mencapai 97,81 persen.
“Kita masih mengacu pada data e-PPGBM yang by name by address. Jumlah sasaran stunting 12,93 persen. Jumlah sasaran stunting tersisa 52.619 orang, by name by address kita data stunting. Namun di belakang kita harus waspadai juga wasting artinya yang gizi buruk yang underweight,” kata Lalu Hamzi Fikri kepada wartawan Jumat, 19 Juli 2024.
Ia mengatakan, setelah Dinkes mengetahui data lengkap anak yang stunting, pihaknya akan memastikan bahwa mereka tetap terlayani di Posyandu untuk memantau perkembangan anak tersebut. Dari tingkat fasilitas kesehatan hingga Posyandu akan lebih banyak diberikan edukasi untuk mengubah perilaku orang tua dalam penanganan anak stunting di rumah. “Terutama yang stunting ini sering terjadi pada usia 6 – 24 bulan,” katanya.
Pentingnya edukasi ini kata dr. Fikri karena setelah selesai pemberian ASI ekslusif, saat anak diberikan makanan tambahan MP ASI biasanya anak mulai makan tak sesuai dengan gizi yang diberikan. Sebab banyak temuan di lapangan bahwa pola asuh dan pola makan yang masih keliru.
“Misalnya temuan kita, makannya dia mampu namun karena anaknya dikasi main gadget, itu sepele sebenarnya, namun karena dikasi gadget dia lupa makan sehingga kebutuhan nutrisi tak terpenuhi. Jadi hati-hati memberikan anak gadget sebagai mainannya,” pesannya.
Temuan Dinas Kesehatan lainnya yaitu terkait dengan pola asuh yang belum sesuai dengan kebutuhan anak. Misalnya anak yang diasuh oleh nenek atau keluarga yang lain lantaran orang tuanya pergi bekerja ke luar negeri menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Kasus-kasus seperti itu banyak ditemukan oleh Dinas Kesehatan sehingga memberi dampak pada kondisi stunting pada anak.
“Apalagi jika menikah pada usia muda. Secara teori benar juga bahwa 80 persen (menikah muda-red) melahirkan anak stunting,” imbuhnya.(ris)