Mataram (Suara NTB) – Sebanyak 534.693 keluarga di Provinsi NTB masih tinggal di Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Berdasarkan data terakhir Dinas Peumahan dan Pemukiman (Perkim) Provinsi NTB tahun 2023, kelurga yang tinggal di RTLH di Kota Mataram sebanyak 24.437 keluarga. Di Lombok Barat 86.872 keluarga.
Di Lombok Tengah 142.470 keluarga. Lombok Timur 143.075 keluarga. Lombok Utara 31.563 keluarga. Kabupaten Sumbawa 46.744 keluarga. Kabupaten Sumbawa Barat 8.392 keluarga. Kabupaten Dompu sebanyak 20.278 keluarga. Kabupaten Bima sebanyak 36.391 keluarga dan Kota Bima sebanyak 6.984 keluarga.
Sementara itu, dibanding jumlah keluarga yang tinggal di rumah layak huni, jumlahnya di NTB sebanyak 1.067.696 keluarga. Tersebar 80.121 keluarga di Lombok Timur, 126.624 keluarga di Lombok Barat. 206.806 keluarga di Lombok Tengah. 304 314 keluarga di Lombok Timur. 47.782 keluarga di Lombok Utara. 104.972 keluarga di Kabupaten Sumbawa. 28.822 keluarga di Kabupaten Sumbawa Barat. 38.159 keluarga di Kabupaten Dompu.100.573 keluarga di Kabupaten Bima. Dan 29.523 di Kota Bima.
Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) adalah rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan bagi penghuninya. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan telah menetapkan beberapa kriteria RTLH yang menjadi acuan dalam program-program perbaikan rumah tidak layak huni.
Kriteria Umum RTLH dicirikan. Konstruksi bangunan tidak aman: Kerusakan pada struktur bangunan, seperti retak pada dinding atau pondasi yang parah, atap bocor, atau rangka atap yang sudah lapuk.
Luas bangunan tidak mencukupi: Luas lantai per orang kurang dari standar minimal yang ditetapkan, yaitu sekitar 9 m². Kualitas bahan bangunan rendah: Penggunaan bahan bangunan yang tidak sesuai standar, seperti dinding dari bilik bambu, kayu kelas IV, atau atap dari daun.
Fasilitas sanitasi dan air bersih tidak memadai: Tidak memiliki jamban yang layak, sumber air minum yang tidak bersih, atau tidak memiliki akses terhadap air bersih. Ventilasi dan pencahayaan buruk: Rumah kurang mendapat sinar matahari dan sirkulasi udara yang baik.
Sementara Kriteria Detail RTLH Menurut Program Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) KemenPUPR memiliki lebih spesifik di antaranya. Luas lantai: Tidak mencukupi standar minimal luas/anggota keluarga. Bahan lantai: Tanah/kayu kelas IV. Bahan dinding: Bilik bambu/kayu/rotan atau kelas IV. Bahan atap: Daun atau genteng plentong yang sudah rapuh.
Fasilitas sanitasi: Tidak memiliki jamban atau jamban bersama dengan rumah tangga lain. Sumber air minum: Sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. Penerangan: Tidak menggunakan listrik.
Kepala Dinas Perkim NTB, Sadimin mengemukakan, mengacu pada data RTLH tahun 2022 sebanyak 579.321 keluarga yang tinggal di RTLH, dan data BPS, capaian NTB untuk penanganan RTLH sudah cukup baik diatas rata-rata nasional 60% lebih.
“Di kita sudah 66% tahun 2023 yang dirilis 2024,” ujarnya.
Untuk penanganan RTLH, Pemprov, Pengembang, dan Baznas serta yang lainnya sebanyak 10.600 unit rumah. Di provinsi sendiri hanya nangani 149 untik MBR, ini artinya ada sisa penanganan 64.000-10.600 : 53.400 rumah dikerjakan sendiri dengan swadaya masyarakat yang secara ekonomi mampu.
“Interpensi yang dilakukan pemerintah ya menangani rumah orang yang tidak mampu atau sering disebut masyarakat berpenghasilan rendah sesuai kemampuan anggaran. Intinya bagaimana penerintah bisa menciptakan lapangan kerja dan ada pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonominya bagus, otomatis akan membuat rumah yang layak, yang dibantu pemerintah yang betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu . Karena kemampuan anggaran kan hanya sedikit,” demikian Sadimin. (bul)