Mataram (Suara NTB) – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (DPMPTSP) provinsi NTB, Wahyu Hidayat, S.STP, MAP, mengatakan pembangunan proyek kereta gantung yang akan dibangun di desa Karangsidemen Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali molor.
Hal ini disebabkan proyek kereta gantung rinjani ini masih dalam tahap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Kalau kereta gantung masih urus Amdal di kementerian. Kalau kendala masih berproses di Kementerian,” ujarnya pada Selasa, 30 Juli 2024.
Mulanya, rencana pembangunan kereta gantung ini akan dilakukan di tahun 2024. Namun, sampai dengan pertengahan tahun ini, tidak ada kejelasan mengenai perihal tersebut.
Padahal, peletakan batu pertama (ground breaking) telah dilakukan pada 18 Desember tahun 2022, dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) direncanakan selesai di tahun 2023, kemudian eksekusi pembangunan di tahun 2024.
Proyek yang dimenangkan oleh investor asal China, PT Indonesia Lombok Resort (ILR) sampai saat ini belum ada kejelasan. Adapun saat ditanya apakah proyek ini terancam gagal, Wahyu mengatakan sebelum Keputusan belum keluar, maka proyek ini tetap berlanjut.
Wahyu mengatakan pihaknya tidak bisa ikut campur perihal proyek kereta gantung, hal ini karena ini merupakan proyek pusat, sehingga yang memegang kendali adalah Kementerian.
“Jadi kalau kita bilang tidak jadi kan belum ada keputusan itu, buktinya mereka masih ngurus. Ruang itu tidak bisa kita masuk. Kementrian punya dan kementerian LHK lagi itu,” lanjutnya.
Proyek dengan anggaran senilai Rp6,5 triliun ini kini tinggal menunggu proses Amdal selesai saja, setelah itu, baru dimulai proses konstruksi. Menurut Wahyu, proses Amdal biasanya memakan waktu enam bulan.
“Sebenarnya kalau di daerah Amdal itu setahu saya kurang lebih enam bulan. Tapi saya tidk tahu dinamika lapangan yang mereka hadapi. Itu belum masuk ke kami. Itu syarat Amdal jadi persyaratan yang harus dilengkapi perizinannya,” jelasnya.
Adapun menurut Wahyu, molornya proses Amdal kereta gantung ini bisa jadi disebabkan karena pembangunan proyek ini berada di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).
“Mungkin salah satu karena TNGR. Tapi setelah lihat konsep mereka dari pelaku sendiri sudah mempersiapkan konservasi dan TNGR sudah masuk itu,” bebernya.
Pun terkait dengan adanya penolakan dari masyarakat perihal proyek ini, ia mengatakan pihak yang bertanggung jawab terkait dengan pembangunan proyek telah melakukan sosialisasi sebanyak dua sampai tiga kali.
Memang proyek ini menyisakan pro dan kontra di masyarakat, namun semua sudah beres dan diselesaikan oleh Kementrian. Sehingga masyarakat yang terdampak pembangunan proyek dikatakan sudah setuju dengan pembangunan kereta gantung rinjani ini.
“Sudah melakukan sosialisasi dua sampai tiga kali, sampai dibawa ke Kementrian, sudah clear di masyarakat,” tutupnya. (era)