Mataram (Suara NTB) – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia bersama Kejaksaan Tinggi Provinsi NTB menyambangi kantor KPU dan Bawaslu NTB pada Kamis, 8 Agustus 2024. Kunjungan tersebut dilaksanakan dalam rangka mitigasi dan pencegahan berbagai kerawanan hukum dalam proses pelaksanaan Pilkada di NTB tahun 2024.
Kasi Penyelenggara Pemerintah pada Subdit Politik Kejaksaan Agung, Sutriyono yang didampingi oleh perwakilan Kejati NTB mengungkapkan perlunya sinergitas antara Kejaksaan dan Bawaslu untuk mencegah potensi kerawanan yang bakal terjadi di perhelatan Pilkada NTB 2024.
“Kita semua tentu ingin Pilkada ini berjalan dengan lancar, dan kalau bisa tanpa pelanggaran hukum, dan kunjungan kerja kami di sini untuk memotret kerawanan apa saja yang ada di NTB, agar bisa bersama memitigasi kerawanan tersebut dengan Bawaslu,” ungkap Sutriyono usai berkunjung ke kantor Bawaslu NTB.
Dari Bawaslu NTB, Sutriyono menyampaikan bahwa informasi bahwa salah satu potensi kerawanan pelanggaran hukum di Pilkada NTB yakni netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN). Ditegaskan Sutriyono bahwa siapapun yang digaji oleh negara dan dibuktikan dengan Surat Keputusan atau SK dari pemerintah, maka ia masuk dalam kualifikasi pejabat sebagai subjek hukum dalam undang-undang pemilihan.
“Seharusnya masuk, selama diatur undang-undang dan digaji oleh negara maka menjadi bagian dari pemerintah. Kita bisa mitigasi bersama soal netralitas nantinya dan menyamakan persepsi kembali di sentra Gakkumdu,” ungkap Sutriyono.
Diketahui kejaksaan juga termasuk dalam tim Sentra Gakumdu bersama Polri dan Bawaslu untuk menangani tindak pidana pemilu. Karena itu kunjungan kerja tersebut juga membahas mengenai sinergi antara Bawaslu dan Kejaksaan dalam pencegahan pelanggaran dalam berbagai metode, termasuk pertukaran informasi mengenai potensi-potensi pelanggaran pidana pemilihan.
Ditempat yang sama Ketua Bawaslu NTB, Itratif menyampaikan apresiasi atas kunjungan kerja dari Kejaksaan Agung tersebut dan mengungkapkan sejumlah kerawanan pada tahapan Pilkada. Kerawanan tersebut seperti netralitas ASN, politik uang, politisasi SARA, serta kerawanan kamtibmas apabila berkaca pada Pemilu tahun 2024 lalu.
“Terutama netralitas ASN ya, karena Pilkada ini ada beberapa bakal calon dari kalangan pejabat publik. Kemarin juga sempat ada kepala sekolah yang ikut kampanye, dan ada beberapa kendala dalam menentukan kualifikasinya sebagai ASN dan pejabat negara,” ungkap Itratip.
Itratif juga menyampaikan ada dua hal yang membedakan tantangannya yaitu dari segi prosedur penanganan dan subjek hukum. Subjek hukum yang diawasi pada saat Pilkada lebih sedikit dibanding Pemilu, karena peserta Pilkada tidak sebanyak saat Pemilu. Di sisi lain, perbedaan prosedur penanganan Tindak Pidana Pemilu (Tipilu) pada Pilkada tahun 2024 lebih singkat dibanding pada saat pemilu.
“Ini yang jadi tantangan, kalau di Pemilu kita punya waktu 14 hari untuk pembahasan dugaan pelanggaran, di Pilkada hanya 5 hari, apapun keputusannya langsung dilimpahkan ke kepolisian, tantangannya, bagaimana memenuhi semua alat bukti dalam waktu 5 hari agar Gakkumdu sepakat untuk lanjut ke penyidikan,” jelas Itratip.
Karena itu Itratip berharap sinergitas Bawaslu dengan kejaksaan dan polri di dalam sentra Gakkumdu dalam melakukan penegakkan hukum terkait tindak pidana Pilkada 2024 sangat penting terus ditingkatkan untuk mewujudkan pemilihan yang bersih dan berintegritas. (ndi).