Mataram (Suara NTB) – Harga MinyaKita di Kota Mataram masih mengacu pada harga relaksasi yang ditetapkan pusat yaitu, Rp. 15.700 dan belum menerima Permendagri yang baru terkait dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Kepala Bidang Pengendalian Bahan Pokok dan Penting (Bapokting), Dinas Perdagangan Kota Mataram, Sri Wahyunida ketika dihubungi Suara NTB pada Jumat, 9 Agustus 2024 , menyampaikan harga MinyaKita di beberapa pasar tradisional saat ini tidak stabil, yaitu berkisar dari Rp16.000, Rp17.000 hingga Rp17.500.
“Karena kita juga turun di beberapa retail untuk ketersediaan pasokan minyaKita memang tidak begitu banyak untuk stoknya, itu yang kita lihat untuk pantauan sementara. Kita juga menunggu aturan belum ada, masih mengacu kepada harga relaksasi tetapi untuk pasokan kita di MinyaKita memang berkurang,” terang Wahyunida.
Pihak Dinas Perdagangan tidak bisa mengintervensi harga yang ada di pasar-pasar tradisional, melainkan hanya melakukan pemantauan terkait harga. Kalau pun terdapat kenaikan harga yang signifikan seperti saat ini, pihaknya melakukan koordinasi dengan distributor mengenai penyebab kenaikannya. Hasil koordinasi melalui distributor tersebut yang kemudian dikomunikasikan ke tingkat Provinsi.
Sebagai upaya untuk mengantisipasi harga yang semakin tinggi, Dinas Perdagangan akan melakukan operasi pasar atau pasar rakyat pada tanggal 27,28, dan 29 Agustus untuk sekaligus memeriahkan HUT Kota Mataram. Kemudian pada tanggal 2 hingga 5 September menjelang peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW., yang akan menggandeng para distributor untuk berkoordinasi terkait harga yang akan diberlakukan di operasi pasar.
“Kalau pun MinyaKita itu tidak sesuai dengan harga yang kita inginkan, karena HET belum ditetapkan karena masih mengacu ke harga relaksasi, paling tidak kita dikasih harga distributor. Mereka (distributor) juga disini berat di biaya operasional terkait kondisi yang sekarang,” ungkapnya.
Sri Wahyunida menyampaikan, berdasarkan informasi yang diperoleh dari para distributor, penyebab naiknya harga MinyaKita di daerah NTB, khususnya di beberapa pasar tradisional di Kota Mataram, dikarenakan posisi pengambilan wilayah NTB berada di zona 1.0, yaitu wilayah Jawa, Bali dan NTB berlaku sama. Ketika NTB berada di wilayah 1.0, maka posisinya berada di zona Jawa-Bali.
“Produsen ada di jawa, nyebrang Bali, Bali nyebrang ke Lombok, kan butuh beberapa biaya operasional. Itulah yang menyebabkan harga minyakita tidak stabil,” katanya.
Sementara untuk cabai rawit, ia menyebut harganya sudah mulai melandai. Namun, perlu adanya antisipasi menjelang bulan maulid pada September mendatang. Apalagi bawang merah yang saat ini harganya tengah anjlok disebabkan oleh panen raya. Sehingga dari Dinas Perdagangan berkoordiasi dengan Dinas Ketahanan Pangan terkait gerakan pangan murah dan lainnya untuk antisipasi harga.
“Alhamdulillah untuk beberapa bulan harga masih stabil, tidak ada kenaikan harga yang begitu signifikan,” pungkasnya. (ulf)