Mataram (Suara NTB) – Pemprov NTB melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) terus berupaya meningkatkan produksi RDF/SRF yang berasal dari sampah untuk digunakan sebagai bahan bakar campuran batu bara di PLTU Jeranjang, Lombok Barat (Lobar).
Kabid PSPP DLHK NTB Samsudin mengatakan, kerjasama pemanfaatan sampah menjadi energi dengan PLN terus dilanjutkan. Hanya saja ada spesifikasi tertentu yang dibutuhkan oleh PLN dalam proses pembakaran atau co-firing, terutama bentuk SRF ideal yang dibutukan.
Karena itulah pihaknya sudah mengusulkan kepada pemerintah untuk penambahan sarana di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Kebon Kongok agar produk SRF yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan PLTU.
“Kalau lahannya tersedia mungkin akan segera terbangun tahun 2025. Di anggaran 2025 kita anggarkan ke Kementerian PUPR,” kata Samsudin kepada Suara NTB, Selasa, 13 Agustus 2024.
Ia mengatakan, meskipun belum optimal produksi SRF yang diproduksi oleh TPST Kebon Kongok, namun sejauh ini pihaknya tetap mensuplay bahan bakar ke PLTU Jeranjang dengan spesifikasi tertentu.
Sementara itu Kepala UPTD TPAR Kebon Kongok Radiyus Ramli mengatakan, sejauh ini produksi SRF di TPST masih fluktuatif. Misalnya di Juli kemarin produksinya mencapai 67.700 kg. Di bulan Juni produksi SRF sebanyak 45.880 kg, bulan Mei sebanyak 40.440 kg.
“Yang terbesar di tahun 2024 ini di bulan Februari sebesar 69.900 kg,” katanya.
Untuk meningkatkan produksi, pihaknya kata Radiyus sedang proses pengajuan bantuan tambahan peralatan ke Kementerian PUPR RI, sehingga kemampuan pengolahan TPST bisa ditingkatkan dari 30 ton per hari menjadi 60 ton per hari.
“Semoga permohonan tersebut disetujui oleh Kementerian PUPR,” ujarnya.
Radyus Ramli menjelaskan sejak beroperasi, TPST sudah berkomitmen dalam pengolahan sampah menjadi produk yang bisa dimanfaatkan kembali oleh masyarakat. Secara umum ada tiga produk yang dihasilkan yaitu RDF, SRF, kemudian pupuk kompos.
Produksi pupuk sendiri sudah mencapai 557 ton sejak beroperasi pada Agustus 2023 lalu. Pupuk kompos yang diproduksi dijual kembali kepada petani maupun masyarakat yang membutuhkan. Harga jualnya pun terbilang murah yakni Rp2.000 per kg. Banyak petani yang langsung datang membeli pupuk organik dengan jumlah besar maupun kecil
Radyus menjelaskan produksi pupuk maupun produk lainnya bagian dari upaya mengatasi masalah sampah di Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram.
Jumlah sampah dua Kabupaten tersebut lebih dari 300 ton per hari. Keberadaan TPST bisa mencegah penumpukan sampah di landfill atau tempat pembuangan akhir. Jika dulu sampah yang datang hanya diturunkan di landfill tanpa diolah, setelah ada TPST penumpukan sampah di landfill bisa dikurangi.(ris)