Mataram (Suara NTB) – Kebijakan pemerintah yang mengangkat tenaga honorer sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) diakui masih belum memberikan keadilan pada seluruh tenaga honorer. Selama ini, yang menjadi fokus pengangkatan PPPK adalah dari guru honorer, tenaga kesehatan dan tenaga teknis. Sementara, tenaga non kependidikan, seperti tata usaha (TU) masih belum diakomodir.
Hal ini diakui oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi NTB Dr. H. Aidy Furqan, M.Pd. Kepada wartawan di Gelanggang Pemuda Mataram, Rabu, 14 Agustus 2024, Aidy Furqan mengakui, jika tenaga non kependidikan seperti TU protes tidak diakomodir dalam pengangkatan PPPK. “Kurang lebih ada 3.000 orang jumlahnya,” ungkapnya.
Meski demikian, tambahnya, Dinas Dikbud Provinsi NTB tidak tinggal diam terhadap tenaga TU yang belum diangkat sebagai PPPK. Dalam hal ini, Dinas Dikbud Provinsi NTB menganggarkan bagi tenaga TU sebesar Rp 500 ribu sebulan. “Mereka sudah mendapatkan stimulan dari APBD sebesar Rp 500 ribu sebulan. Karena mereka juga dapat upah tambahan dari sekolah. Dan ini sesuai dengan kemampuan sekolah,” ujarnya.
Disinggung adanya aksi dari tenaga TU yang meminta diakomodir sebagai PPPK, menurutnya, sebagai hal yang wajar. Menurutnya, mereka menuntut adanya kebijakan bagi mereka agar diangkat sebagai PPPK sebagaimana halnya tenaga guru dan lainnya, karena sudah lama mengabdi.
“Namun slot yang disediakan belum ada. Yang ada baru untuk PPPK guru. Yang pegawai TU belum ada. Ini tidak hanya di NTB tapi seluruh Indonesia, sehingga mereka punya organisasinya,” terangnya.
Kadis Dikbud mengharapkan ada perhatian pada tenaga TU dalam proses penerimaan PPPK di tahun-tahun mendatang. “Kalau tidak semuanya, diangkat bertahap seperti PPPK guru dan lainnya,” harapnya.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Honor Nasional NTB Sutomo menyampaikan protes terkait belum diakomodirnya tenaga non kependidikan atau TU untuk diangkat sebagai PPPK. Menurutnya, jika tidak ada tenaga TU tugas guru dan kepala sekolah tidak akan jalan.
Menurutnya, pemerintah daerah lebih memprioritaskan pengangkatan tenaga honorer guru dibandingkan dengan honorer tenaga TU. Hal ini dilihat dalam beberapa kali penerimaan PPPK, pengusulan tenaga TU sebagai tenaga PPPK tidak pernah ada. Padahal, peranan tenaga TU dalam keberlangsungan pendidikan di sekolah sangat penting.
“Sama dengan TU di dinas atau badan, kalau mereka tidak ada, tugas kepala dinas atau badan tidak akan jalan,” ungkapnya mencontohkan.
Ia ingin ada persamaan perlakuan antara guru dan tenaga TU di sekolah, karena mereka juga memiliki keluarga dan masa depan. “Teman-teman kami ada yang sudah mengabdi 20 tahun lebih. Namun, guru-guru ada yang baru mengabdi 3 tahun sudah diangkat sebagai PPPK,” tambahnya.
Aidy juga ingin ada ketegasan dari pemerintah daerah tidak lagi menerima tenaga honorer baru di sekolah. Pasalnya, setiap tahun selalu ada tenaga honorer baru yang masuk, sehingga menyebabkan tenaga honorer yang lama mengabdi tidak diakomodir. (ham)