spot_img
Sabtu, Oktober 19, 2024
spot_img
BerandaPENDIDIKANMenggali Khazanah Budaya Sasak Lewat Pentas Wayang

Menggali Khazanah Budaya Sasak Lewat Pentas Wayang

Mataram (Suara NTB) – Sebagai bagian dari implementasi program Bantuan Pemerintah Bidang Kebahasaan dan Kesastraan yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kantor Bahasa NTB turut berperan dalam tahapan pemantauan dan evaluasi. Komunitas Pengemban Adat Sasak (Pembasak) menjadi salah satu komunitas sastra penerima bantuan tersebut. Pada kegiatan pemantauan dan evaluasi ini, Komunitas Pembasak menyelenggarakan Pentas Wayang Sasak. Pentas tersebut dilaksanakan selama satu bulan, setiap hari Sabtu, mulai tanggal 3–31 Agustus 2024.

Kepala Kantor Bahasa NTB, Puji Retno Hardiningtyas hadir pada kegiatan Pentas Wayang Sasak ini. Ia mengungkapkan bahwa kegiatan yang merupakan bagian dari tugas Pusat Pengembangan dan Pelindungan (Pusbanglin) Bahasa dan Sastra ini telah menarik antusias masyarakat Sasak untuk menikmati suguhan pentas budaya dan adat Sasak. Hal ini tentu berdampak positif bagi perkembangan bahasa dan budaya Sasak.

“Dengan adanya kegiatan ini, tentunya tidak hanya menghidupkan komunitas-komunitas bahasa dan sastra daerah yang selama ini mulai ditinggalkan anak muda. Kegiatan ini memperkenalkan kembali kekayaan dan khazanah budaya Sasak, yaitu wayang Sasak,” ujarnya saat menghadiri pentas wayang Sasak di Halaman SDN 4 Kuranji, Mataram, Sabtu, 17 Agustus 2024.

Wayang Sasak dibawakan oleh Ki Dalang Sadarudin. Ia bersama dengan kelima dalang lainnya bergantian membawakan cerita dalam pentas ini. Kelima dalang tersebut, yaitu Ki Dalang Muridun, Ki Dalang H. Safwan, Nyi Dalang Deska, Ki Dalang Sadaridin, dan Ki Dalang Husnan.

Pada kesempatan ini, Ki Dalang Sadarudin memperkenalkan bahwa program pentas ini diinisiasi dan dikawal oleh Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek. Tidak hanya Kantor Bahasa NTB yang hadir mendukung program ini, tetapi juga perwakilan tim Pusbanglin, khususnya KKLP Pelindungan dan Pengembangan Bahasa dan Sastra (Molinbastra) turut serta memantau dan menyaksikan pentas wayang Sasak.

Ki Dalang Sadarudin menceritakan perjalanan awal pendidikan dengan lelakaq atau pantun dalam bahasa Sasak. Ia menjelaskan pembuatan lelakaq dan bewaran atau bercerita dalam bahasa Sasak. Menurutnya, orang tua atau masyarakat Sasak menasihati anak-anak melalui lelakaq dan bewaran. Pesan moral cerita mulai dari nilai kejujuran, nilai kebaikan, nilai tolong menolong, dan nilai-nilai ajaran masyarakat Sasak dulu.

“Jadi, orang tua kita zaman dulu mengajarkan nilai-nilai kejujuran melalui cerita dan pantun. Bewaran dipentaskan melalui Pentas Wayang Sasak yang sering ditonton orang tua kita dulu. Tujuannya, agar anak-anak keturunan masyarakat Sasak mengetahui dan mengerti nilai-nilai hidup dalam masyarakat Sasak,” jelasnya saat menyampaikan cerita dalam bahasa Sasak saat pentas berlangsung.

Lebih lanjut, ia juga memperkenalkan beberapa dalang muda yang turut menjadi penampil pada malam pentas ini. Dalang-dalang muda tersebut, yaitu Imam Santoso Yudistiro dari Lombok Timur dan tiga dalang lainnya berasal dari Sumbawa dan Bima. Cerita dikemas dalam nuansa kekinian dengan menghadirkan dalang muda yang mewakili tiga suku di NTB.

Harapannya, bahwa keberagaman bahasa, suku, dan budaya di Nusa Tenggara Barat dapat berkolaborasi dan bersinergi dalam pentas wayang Sasak ini. Cerita utama mengangkat cerita rakyat Sasak, Putri Mandalika yang sudah melegenda. Ki Dalang Sadarudin membawakan cerita Putri Mandalika secara bergantian dengan keempat dalang muda.

Kegiatan ini dihadiri juga oleh berbagai unsur, baik perwakilan lembaga pemerintah maupun masyarakat umum. Perwakilan lembaga pemerintah, yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB, Dinas Pendidikan Kota Mataram, dan Aliansi Masyarakat NTB. Masyarakat umum dari berbagai kalangan dan usia juga menyaksikan kegiatan Pentas Wayang Sasak ini. (ron)

IKLAN

spot_img
spot_img
RELATED ARTICLES
- Advertisment -


VIDEO