Dr. Ir. H. Iswandi, M.Si – Kepala Bappeda Provinsi NTB
Serial 3 : NTB EMAS 2045 – Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi NTB Tahun 2025-2045
Perjalanan pembangunan Provinsi NTB sampai saat ini masih dihadapkan pada persoalan produktivitas yang masih tergolong rendah; sehingga angka kemiskinan yang masih tersisa saat ini diatas tingkat kemiskinan nasional. Suatu terobosan diperlukan untuk transformasi ekonomi dari struktur perekonomian yang didominasi oleh sektor tambang ke sektor non-tambang. Pertumbuhan ekonomi NTB juga belum inklusif, sehingga tantangan ke depan dapat memacu pertumbuhan yang lebih inklusif. Untuk mencapai pertumbuhan yang inklusif dan meningkatkan kontribusi sektor non-tambang, menuntut pentingnya diversifikasi ekonomi dengan mengoptimalkan pengelolaan potensi agromaritim yg demikian luas dan kaya. Kunci untuk mewujudkan kemajuan ekonomi NTB di masa depan adalah mengembangkan perekonomian NTB berbasis pada potensi agromaritim. Sejalan dengan hal ini, strategi untuk mewujudkan ekonomi NTB yang MAJU adalah dengan membangun ekonomi hijau, ekonomi biru, dan ekonomi sirkuler, terutama pada setiap Kawasan Strategis Provinsi (KSP) yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Provinsi NTB Nomor 5 Tahun 2024 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi NTB Tahun 2024-2044.
Visi pembangunan jangka panjang adalah mewujudkan NTB Provinsi Kepulauan yang Maju, Kuat, Aman Berkelanjutan dan Sejahtera, dikenal sebagai Visi NTB Emas 2045. Visi ini menggambarkan cita-cita kita di NTB dengan karakteristik Ekonomi Maju; Manusia yang Kuat; lingkungan sosial yang Aman dan lingkungan alam atau ekosistemnya yang Berkelanjutan; serta Masyarakat yang Sejahtera kehidupannya. Akselerasi kemajuan Provinsi NTB tercermin dari meningkatnya daya saing daerah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sebagai provinsi yang maju, masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB) diharapkan memiliki kualitas hidup yang lebih baik, dengan peningkatan pendapatan per kapita yang setara dengan provinsi-provinsi yang sudah maju. Provinsi NTB yang maju adalah provinsi yang berhasil memanfaatkan potensi sumberdaya kelautan yang dimilikinya, untuk dioptimalkan dalam menguatkan posisi strategis NTB sebagai daerah daerah agraris yang menjadi lumbung pangan nasional, sekaligus menjaga ketersediaan dan ketahanan pangan daerah. NTB yang Maju berhasil mengembangkan potensi pariwisata yang berkelanjutan serta industri kreatif yang bertaraf internasional, sesuai dengan tema pembangunan kewilayahan Bali-Nusa Tenggara.
Selain itu, kemajuan NTB juga berarti terwujudnya masyarakat dan daerah yang maju dalam perekonomian, pendidikan, dan infrastruktur. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan pendapatan per kapita yang signifikan, penurunan tingkat kemiskinan, serta peningkatan kualitas hidup masyarakat di Provinsi NTB. Masyarakat NTB yang maju memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan berkontribusi positif terhadap perekonomian daerah serta pelestarian lingkungan hidup. Aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya juga didukung oleh kemajuan infrastruktur wilayah, termasuk pembangunan sistem jaringan transportasi, energi dan kelistrikan, sumber daya air, serta telekomunikasi yang andal, dengan penerapan infrastruktur hijau yang ramah lingkungan
Pendapatan per kapita Nusa Tenggara Barat saat ini masih berada pada Rp. 29,93 Juta per tahun (2023) dengan kategori lower middle income dan pada tahun 2045 diharapkan dapat setara dengan daerah berpendapatan tinggi atau masuk kategori high income dengan pendapatan per kapita berada diatas angka Rp. 241 Juta per tahun. Pendapatan per kapita yang tinggi tidak bisa hanya bersandar pada sektor primer (bahan baku), pondasi sektor sekunder (manufaktur) atau bahkan tersier (jasa) harus terus diperkuat tanpa mengabaikan produksi pada sektor primer.
Selanjutnya, potensi sumber daya alam yang dimiliki di Nusa Tenggara Barat harus dapat dimanfaatkan dengan efektif. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan peningkatan produktivitas di daerah ini. Peningkatan produktivitas ini juga harus didukung oleh kualitas sumber daya manusia, keamanan daerah, dan tata kelola pemerintahan untuk proses perizinan investasi dan usaha di daerah serta faktor pendukung lainnya.
Mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi NTB Nomor 5 Tahun 2024 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi NTB Tahun 2024-2044, Kawasan yang memiliki potensi pertanian dan perkebunan mencapai luasan sebesar 772.669 Ha dengan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) seluas 282.062 Ha (36,50% dari luas kawasan pertanian) dengan dukungan 16 Daerah Irigasi Nasional, 35 Daerah Irigasi Provinsi, dan 440 Daerah Irigasi Kabupaten/Kota, dan 63 bangunan sumber daya air lainnya (bendungan, bendung, dan embung). Saat ini Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu Lumbung Pangan Nasional dengan komoditas unggulan seperti padi, jagung, tembakau, kopi, dan lain-lain.
Potensi Kelautan dan Perikanan di NTB dengan perairan laut seluas ±2.388.501 Ha, terdiri dari perairan pesisir sejauh 12 mil laut dari garis pantai ke arah laut lepas dan 401 pulau-pulau kecil. Posisi NTB juga sangat strategis yakni berada di tengah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II, di mana alur laut ini merupakan salah satu jalur penting yang melintasi kepulauan Indonesia, menghubungkan Samudera Hindia di sebelah barat dengan Laut Flores dan Laut Banda di sebelah timur, serta Selat Lombok yang menjadi bagian utama dari ALKI II. Kemudian Dukungan 7 Pelabuhan Perikanan, 2 diantaranya adalah Pelabuhan Perikanan Nusantara. Kontribusi sub sektor perikanan terhadap PDRB Provinsi NTB meningkat dari Rp 6,3 Triliun di tahun 2020 menjadi Rp 7,7 Triliun di tahun 2023. Sementara produksi tahun 2023 mencapai sekitar 1.227.761,88 ton, yang didominasi oleh perikanan budidaya sebesar 973.529,10 ton (79,29%) dan sisanya berupa perikanan tangkap sebesar 254.232,78 ton (20,56%). Terdapat empat potensi kelautan dan perikanan terbesar di NTB adalah rumput laut, udang, bandeng, mutiara dan garam. Produk mutiara NTB berkualitas tinggi dan menjadi komoditi andalam yang diekspor ke China, Australia, USA, Hongkong, India, Uni Emirat Arab, Jepang, Thailand, Perancis dan Vietnam. Adapun untuk garam, NTB sebagai daerah terbesar ke-4 di Indonesia setelah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan dengan total produksi lebih dari 205 ribu ton. Dengan produksi yang melimpah ada tantangan tersendiri yang dihadapi oleh NTB yaitu agar produksi garam yang ada dapat terserap oleh pasar lokal, namun juga pasar nasional. Selain komoditas perikanan, NTB memiliki Teluk Saleh yang merupakan akuarium alam terbesar sebagai cagar biosfer.
Potensi Kehutanan, dengan keseluruhan kawasan hutan seluas 1.064.812 Ha yang terbagi atas Hutan Konservasi 183.530 Ha, Hutan Lindung 438.509 Ha, dan Hutan Produksi 442.773 Ha. Seluruh kawasan hutan ini memiliki potensi jasa ekosistem dan keanegaraman hayati yang sangat kaya, serta hasil hutan berupa kayu dan bukan kayu. Untuk Hasil Hutan Kayu (HHK) berupa jati, meranti dan rimba campuran, sementara untuk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang dominan adalah rotan, kemiri, madu, bambu, kopi, kayu putih, mete, dan akar lontoh. Semua hasil hutan tersebut menjadi komoditas yang dapat diolah lebih lanjut untuk meningkatkan nilai tambah, terutama bagi masyarakat NTB yang berada di sekitar kawasan hutan dan di luar kawasan hutan.
Potensi NTB sebagai daerah pariwisata didukung dengan keberadaan Kawasan Strategis Provinsi (KSP) untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi yang meliputi Kawasan Mataram Raya-Gili Tramena dan sekitarnya, Kawasan Kuta Mandalika dan sekitarnya, Kawasan Industri Sumbawa Barat dan sekitarnya, kawasan Agribisnis Pototano-Alas-Utan dan sekitarnya, Kawasan Teluk Saleh-Moyo-Tambora (Samota), Kawasan Teluk Cempi–Hu’u, Kawasan Teluk Bima dan sekitarnya, Kawasan Waworada-Sape dan sekitarnya. Keberadaan Kawasan Strategis ini perlu ditingkatkan kontribusinya terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, diperlukan untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada di dalam KSP.
Potensi Pertambangan dan Energi juga penting untuk mendukung perekonomian NTB, pada tahun 2023 kontribusi sektor pertambangan dalam perekonomian NTB mencapai 17,93%. Kontribusi ini dihasilkan dari komoditas tembaga, emas dan mineral logam dan batuan lainnya. Selain pertambangan, NTB juga memiliki potensi sumber energi baru dan terbarukan berupa energi air yang dimanfaatkan sebagai PLTMH, energi matahari untuk pembangunan PLTS, biomassa untuk pembangunan biogas, serta energi angin dan panas bumi yang juga dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik.
Selanjutnya, Perindustrian di Nusa Tenggara Barat saat ini masih dalam tahap pembangunan fondasi. Ke depan, 20 tahun mendatang, sektor industri sudah maju dan stabil dengan dukungan sektor primer yang berkelanjutan. Pertumbuhan sektor industri masih belum signifikan, fondasi untuk industrialisasi sektor primer seperti pembangunan Kawasan Industri Hasil Tembakau di Kabupaten Lombok Timur untuk mengakomodasi hasil perkebunan tembakau. Selain itu peran swasta juga sangat penting dan diharapkan juga ikut membangun industri hasil tembakau di Provinsi NTB. Potensi industri hilir lainnya adalah sektor agro, kelautan dan perikanan, serta pertambangan. Hilirisasi sektor pertambangan diharapkan dapat mendongkrak secara signifikan kontribusi sektor industri di NTB. Kontribusi sektor industri terhadap PDRB di NTB pada tahun 2023 masih berada pada angka 3,86% , dan terus tumbuh positif.
Potensi di atas menjadi modal utama dalam upaya tranformasi ekonomi di NTB. Transformasi ekonomi NTB merupakan upaya mendorong sektor-sektor ekonomi yang saat ini memiliki produktivitas rendah menjadi sektor-sektor ekonomi yang memiliki produktivitas tinggi, terutama dengan menggerakkan sektor-sektor unggulan daerah. Transformasi ekonomi juga memanfaatkan Sumber Daya Manusia (SDM) seiring meningkatnya jumlah penduduk usia produktif. Hal ini sejalan dengan berkah bonus demografi yang membentuk sumber daya manusia kreatif, produktif, dan inovatif. Dukungan SDM ini akan mampu menghasilkan produk-produk yang memiliki nilai tambah dan bersaing di pasar global. Sektor unggulan daerah Nusa Tenggara Barat yang sampai saat ini memberikan kontribusi besar pada perekonomian Nusa Tenggara Barat yaitu pertambangan, sektor pertanian (dalam arti luas), sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor pariwisata.
Untuk meningkatkan produktivitas ekonomi daerah, diperlukan upaya strategis agar produksi sektor-sektor tersebut lebih didorong untuk mampu menuju hilirisasi, didukung dengan digitalisasi ekonomi, serta berbasis pada riset dan inovasi. Selain itu juga perlu didukung dengan pengembangan ekonomi kreatif dengan mengandalkan ide dan pengetahuan dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi yang utama. Transformasi ekonomi tersebut diarahkan dengan menerapkan ekonomi hijau, ekonomi biru, dan ekonomi sirkuler, yaitu model pembangunan ekonomi yang menunjang pembangunan berkelanjutan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan. Selain itu, transformasi ekonomi juga dilakukan melalui transformasi digital, integrasi ekonomi domestik dan global, serta pembangunan perkotaan dan perdesaan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi.
Transformasi ekonomi sebagai salah satu upaya mencapai target NTB Emas 2045 juga perlu katalis yang dapat memberikan dampak yang lebih signifikan, efektif dan efisien atau yang lebih dikenal dengan konsep game changers. Game changers dalam percepatan transformasi ekonomi agar NTB menjadi Maju adalah peningkatan anggaran IPTEKIN menuju komersialisasi oleh industri; hilirisasi industri berbasis sumber daya alam unggul, pengembangan industri padat karya yang didominasi oleh tenaga terampil, padat teknologi dan inovasi serta berorientasi ekspor; percepatan transisi energi berkelanjutan menuju pemanfaatan energi baru dan terbarukan secara berkelanjutan yang didukung jaringan listrik terintegrasi serta transportasi hijau; percepatan transformasi digital dan produksi talenta digital; serta integrasi infrastruktur dengan kawasan pertumbuhan ekonomi. Dengan segala potensi yang diuraikan diatas serta dukungan implementasi game changers dalam pembangunan NTB, maka target NTB sebagai daerah yang Maju bukanlah hal mustahil untuk dicapai tahun 2045.