spot_img
Senin, September 16, 2024
spot_img
BerandaNTBLOMBOK BARATDPRD Lobar Geram, Rakyat Kecil Dipolisikan Pengembang

DPRD Lobar Geram, Rakyat Kecil Dipolisikan Pengembang

Giri Menang (Suara NTB) – Anggota DPRD Lombok Barat (Lobar) menyayangkan sekaligus merasa geram dengan tindakan perusahaan pengembang perumahan di kawasan Meninting yang mempolisikan 13 nelayan setempat. Apalagi hal itu diduga akibat para nelayan itu menagih janji yang diumbar ketika pengembang itu akan membangun perumahan megah.

“Justru para nelayan itu dilaporkan atas dugaan penggergahan lahan yang diklaim milik pengembang tersebut.  Sangat saya sesalkan tindakan perusahan yang melaporkan tetangganya (nelayan),” kesal anggota DPRD Lobar, Abubakar Abdullah yang dikonfirmasi, Kamis, 5 September 2024. Meski lahan yang diklaim milik pengembang perumahan itu sudah memiliki sertifikat terbit 2023 lalu, namun  harusnya ada duduk bersama mencari solusi atas permasalahan tersebut.

Terlebih pemerintah dalam mengeluarkan izin harus mengetahui juga manfaat dan dampak lingkungan dirasakan masyarakat setempat dari pembangunan perumahan itu. “Saya tidak habis fikir, harusnya pemerintah, pengembang dan masyarakat duduk bersama mencari solusi,” jelasnya. Pihaknya tidak ingin, lahan pesisir yang harusnya untuk publik justru  menimbulkan konflik jika tidak dikelola baik oleh pemerintah. Jika berdampak pada ketidaknyamanan dan kondusivitas pariwisata serta daerah. Terlebih di suasana menjelang Pilkada.

“Tidak ada persoalan yang tidak bisa kita selesaikan selama kita punya iktikad baik untuk sama-sama membangun daerah kita ini,” imbuhnya. Terlebih pada Perda tata ruang nomor 11 tahun 2011 masih mengatur tidak diizinkannya mendirikan bangunan di sempadan pantai. Lantaran menjadi akses publik. “Karena 30 meter dari pasang air laut tertinggi masih menjadi aturan daerah,” tegas politisi PKS tersebut.

Politisi Gili Gede Sekotong itu tidak ingin nelayan kecil itu sampai dipolisikan. Apalagi ia menilai para nelayan yang merupakan warga sekitar pengembangan perumahan itu memiliki hak atas dampak pembangunannya. “Apalagi namanya tetangga, hak-hak tetangga (nelayan) harus segera ditunaikan (oleh perusahaan) itu,” tegasnya.

Terlebih sebelumnya pihak pengembang sudah melakukan sosialisasi ke warga setempat dengan berbagai macam janji manis. Namun belakangan hari justru tidak apa yang seperti disampaikan. “Jangan pas mau minta izin kepemerintah daerah, mohon-mohon kepada masyarakat. Tapi pas sudah dapat izin justru masyarakat mau diusir dari situ,” keluhnya.

Kasus dugaan penggergahan yang dilaporkan pihak Pengembang Perumahan itu karena para nelayan menyandarkan perahu di pinggir pantai. Namun lahan yang masuk sempadan pantai itu diklaim milik perusahaan tersebut. “Masyarakat nelayan itu memang parkirnya di sana, tidak mungkin di tengah kebun. Ini pemerintah harus mengambil sikap tegas jangan sampai hak publik itu tidak bisa difasilitasi,” tegasnya.

Ia mendorong Pemerintah Daerah bersikap atas apa yang menimpa nelayan di Meninting. Jangan sampai kasus dipolisikannya warga pesisir seperti di pantai Duduk, Batulayar terulang kembali. “Saya sekali lagi menyesalkan tindakan pihak pengembang walaupun itu haknya dia. Harusnya hal-hal seperti ini bisa diselesaikan dengan bijaksana dan kekeluargaan,” imbuhnya.

Politisi PKS itu berencana akan memanggil pihak terkait dalam permasalahan ini. Baik para nelayan, pemerintah daerah, perizinan, dinas PU, pihak pengembang hingga BPN yang menerbitkan sertifikat tersebut.

“Setelah selesai alat kelengkapan dewan (AKD), pimpinan definitif sudah ditetapkan itu menjadi awal kita untuk memanggil para pihak ini,” pungkasnya. (her)



RELATED ARTICLES
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -


Most Popular

Recent Comments