Selong (Suara NTB) – Prevalensi stunting di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) masih cukup tinggi. Data hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI), jumlah stunting 27,60 persen. Data Elektronik Pelaporan Pencatatan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) 15,67 persen. Masih jauh dari target 14 persen.
Demikian Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lotim, H. Ahmat saat diwawancarai media di sela pelatihan Tim Percepatan Penanggulangan Stunting (TPPS) di kantornya, Rabu, 2 Oktober 2024. Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang bertugas melakukan pendampingan kepada keluarga risiko stunting saat ini belum bekerja secara maksimal.
Disebut, jumlah Keluarga Resiko Stunting di Lotim saat ini mencapai 79 ribu Kepala Keluarga (KK). Sementara jumlah TPK mencapai 3.063 yang ada di 254 desa dan kelurahan se Kabupaten Lotim. Jika dibagi jumlah seluruh keluarga risiko stunting tersebut dengan jumlah TPK, maka masing-masing mendampingi 25 orang.
Kadis DP3AKB Lotim ini berkeyakinan ketika seluruh TPK bisa melakukan pendampingan 10 orang keluarga risiko stunting setiap tahunnya, maka akan cukup besar capaiannya. Seluruh TPK sebenarnya sudah memahami kinerjanya melakukan pendampingan. Katanya, diperlukan dorongan terus. Termasuk motivasi dari TPPS yang juga selama ini belum maksimal bekerja.
TPPS yang telah dibentuk Pemkab Lotim ini tersebar di 21 Kecamatan se Kabupaten Lotim. Termasuk anggota TPPS adalah camat masing-masing. Dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kemampuan tim TPPS, dilakukan terus pelatihan. Selama ini paling besar peran dan fungsinya TPPS untuk meningkatkan peranan TPK.
Pelatihan diberikan kepada TPPS ini bertujuan juga agar seluruh TPPS ini bisa menyusun perencanaan tahun 2025. Selama ini juga, evaluasi terhadap kinerja TPPS belum pernah dilakukan. “Hampir tiga tahun tidak pernah kita lakukan evaluasi,” ungkapnya.
Ditambahkan, melihat indikator dan serapan TPK, tak lepas dari TPPS kecamatan yang berikan motivasi. Dari empat indikator yang dilakukan TPK belum maksimal mendampingi keluarga risiko stunting karena melihat data pendampingan ncalon pengantin yang masih sangat minim.
 Menurutnya, ketika pendampingan ini tuntas dilakukan mulai sejak remaja sampai anak berusia 2 tahun, maka akan terpantau semua perkembangan anak. Kasus stunting baru diyakini tidak akan muncul kembali. Pasalnya, melihat data yang masih ada saat ini tidak ditampik butuh kerja lebih ekstra lagi untuk bisa mencapai target yang telah ditetapkan. (rus)

