Mataram (Suara NTB) – Sekretaris Dewan (Sekwan), Drs. H. Surya Bahari ogah mencabut laporan terhadap mahasiswa yang merusak gerbang DPRD NTB pada aksi tanggal 23 Agustus 2024. Menurutnya, apabila mahasiswa ingin laporan dicabut, harusnya mereka menunjukkan itikad baik kepada pihak yang dirugikan, bukan malah memaksa dan melakukan unjuk rasa.
“Adek-adek ini seperti apa kesiapan, ayoklah kita berdiskusi. Kalau didemo, apalagi dia sebut Sekwan, saya santai saja. Tetapi kalau dia dateng memaksa, menunjuk-nunjuk, siapapun marah,” ujarnya.
Ia mengatakan sebagai Sekretaris Dewan, ia harus melaporkan tindakan-tindakan yang merusak dan merugikan daerah. Salah satunya adalah perusakan gerbang DPRD yang dirusak oleh mahasiswa. “Kalau urusan pribadi, detik ini saya cabut, selesai. Tapi ada proses, jangan ditambah lagi dengan saya diintimidasi,” lanjutnya.
Mantan Kadispora ini menyatakan pihaknya membuka peluang mediasi kepada para mahasiswa untuk membicarakan kasus pengrusakan gerbang yang sudah naik tahap penyidikan di Polda NTB ini. “Apasih yang engga mungkin di dunia ini, hanya merubah kitab suci yang engga mungkin,” katanya.
Namun, Surya mengatakan, tindakan mahasiswa yang memaksa dengan menunjuk-nunjuk dirinya membuatnya sangat tidak nyaman, apalagi mengingat usianya jauh diatas para mahasiswa tersebut. “Terakhir saya marah, terus kalau saya tidak mau, kamu (mahasiswa, red) mau apa?,” contohnya.
Saat dikonfirmasi kembali terkait tuntutan tersebut, ia mengatakan selama proses di Polda masih berjalan, artinya belum ada cabutan tuntutan terhadap delapan orang mahasiswa. Pun, saat ditanya apakah pihaknya merasa terintimidasi dengan aksi mahasiswa yang memaksa mencabut laporan, Surya mengatakan dirinya tidak merasakan demikian, hanya saja ia menyayangkan aksi mahasiswa yang menunjuk-nunjuk dirinya.
“Saya tidak merasa terintimidasi, hanya caranya saja yang saya sayangkan. Saya ini orang tua, situ (mahasiswa, red) mau tunjuk-tunjuk saya. Duhh,” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua BEM Unram sekaligus mahasiswa yang diduga melakukan tindak pengrusakan gerbang, Yudiatna Dwi Sahreza mengaku bahwa naiknya kasus pengrusakan gedung ini sedikit mengganggu proses pendidikan. Pihaknya merasa diintimidasi dan mengganggu psikis para terduga. “Surat Polda dikirim ke rumah, artinya tekanan dari orang tua itu yang jadi kekhawatiran,” ujarnya.
Ia mengaku, beberapa orang tua dari terduga pelaku pengrusakan gerbang berharap agar seluruh rangkaian proses hukum ini segera terselesaikan. Dengan ditetapkannya tersangka di kasus ini, dikatakan akan berdampak terhadap mahasiswa, yang mana akan mencoreng kode etik mahasiswa. (era)