BANK Indonesia menilai deflasi yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir di Provinsi NTB masih dalam kategori terkendali. Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB, Berry A Harahap mengatakan, pendorong terjadinya deflasi bersumber dari turunnya harga volatile food. Namun demikian, kondisi harga beberapa komoditas pangan tersebut masih lebih tinggi dibandingkan harga normalnya pada tahun-tahun sebelumnya. Misalnya harga jagung, beras yang saat ini masih lebih tinggi dibandingkan tahun 2022 awal sebelum el nino ringan.
Atas kondisi ini, Bank Indonesia melihat deflasi ini bukan tanda pelemahan permintaan, namun karena produksi komoditas Volatile Food yang terjaga, baik itu produksi di NTB maupun di Pulau Jawa. Indikasinya, adanya pelemahan permintaan bawang dari Jawa karena produksi bawang yang memadai yang mengakibatkan rendahnya pengiriman bawang merah ke Jawa.
“Kami melihat pelemahan manufaktur yang menyebabkan melemahnya permintaan dan hal ini belum mempengaruhi secara signiifikan pada permintaan masyarakat di NTB,” katanya, Minggu, 13 Oktober 2024.
Berry menyampaikan kondisi terkini, Pada September 2024, Provinsi NTB mengalami inflasi 0,09% (mtm), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 0,06% (mtm). Perkembangan tersebut menyebabkan secara tahunan inflasi NTB sebesar 1,77% (yoy), terkendali dalam rentang target 2,5±1% (yoy).
Secara khusus, inflasi September 2024 terutama bersumber dari kenaikan biaya pendidikan akademi/perguruan tinggi dan komoditas perikanan. Di sisi lain, kenaikan lebih lanjut tertahan dengan sumbangan deflasi dari komoditas aneka cabai yang masih berlanjut seiring panen raya dan relatif berkurangnya permintaan dari luar daerah.
Secara spasial, dua kabupaten/kota perhitungan inflasi di Provinsi NTB tercatat mengalami inflasi, yakni Kota Mataram dan Kota Bima masing-masing sebesar 0,08% (mtm) dan 0,89% (mtm). Di sisi lain, Kab. Sumbawa tercatat mengalami deflasi -0,12% (mtm).
Sementara itu, disampaikan juga, ekonomi NTB Tw-II 2024 tumbuh 11,06% (yoy), terakselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya ditopang kinerja ekspor luar negeri yang mencapai 967,96% (yoy) seiring optimalisasi kuota ekspor konsentrat tembaga di tengah kualitas batuan bijih yang cukup baik. Sejalan dengan itu, konsumsi RT tetap tumbuh tinggi ditopang HBKN Idul Fitri dan Idul Adha, serta libur sekolah.
Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi pada Tw-III 2024 diperkirakan relatif melambat sejalan dengan telah berakhirnya puncak panen raya padi di triwulan sebelumnya, izin relaksasi ekspor konsentrat tembaga yang baru diperoleh di akhir Juli, serta faktor base effect dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh cukup tinggi. Adapun untuk keseluruhan tahun 2024 pertumbuhan positif akan berlanjut dan lebih tinggi sejalan dengan relaksasi ekspor konsentrat tembaga hingga akhir 2024.
“Lebih baiknya pertumbuhan ekonomi turut ditopang tingkat inflasi yang terjaga. Hingga September 2024, inflasi tahunan NTB sebesar 1,77% (yoy), berada dalam rentang sasaran 2,5±1%,” demikian Berry.(bul)