Mataram (Suara NTB) – Nilai pinjaman online masyarakat NTB cukup tinggi, angkanya mencapai lebih dari setengah teriliun. Disisi lain, tingkat kredit macetnya disebut paling tinggi di Indonesia.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada posisi Juli 2024, total outstanding pinjaman online masyarakat NTB sebesar Rp634 miliar. Dengan TWP90 atau kredit macet dengan jangka waktu pengembalian 90 hari mencapai 4,92 persen.
Sementara di Pulau Jawa dengan populasi penduduk yang jauh lebih besar dari Provinsi NTB, TWP90 sebesar 3,15 persen secara rata-rata pada bulan Januari hingga Juli 2024.
Kepala Kantor OJK Provinsi NTB, Rudi Sulistyo di Mataram, Rabu, 16 Oktober 2024 menyampaikan, trend peningkatan pinjaman masyarakat NTB di pinjaman online menunjukkan bahwa, awareness dan pengetahuan masyarakat terhadap layanan pinjaman online yang legal (resmi) juga meningkat.
“Masyarakat sudah mulai memahami mana pinjol legal dan illegal. Sehingga masyarakat kita cenderung memilih layanan pinjol yang legal,” ujarnya.
Meski demikian, kata Rudi, masyarakat harus melakukan pengelolaan keuangan yang baik dan memastikan diri punya kemampuan untuk membayar pinjaman online.
“Meskipun minjam secara online, harus bayar. Karena ini pinjaman, bukan hibah,” jelas Rudi.
Ditambahkannya, pinjaman online sebaiknya digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak dan tidak konsumtif.
Masyarakat menurutnya perlu memahami, bahwa ada konsekuensi jika pinjaman onlinenya tidak dibarengi dengan pemenuhan kewajiban sebagaimana syarat dan ketentuan yang disepakati saat melakukan pinjaman.
“Jangan dikira, karena akad dan transaksinya lewat online, kemudian tidak bayar cicilan. Risikonya, masyarakat yang bersangkutan akan diblack list dalam fintech data center. Tidak bisa minjam lagi di pinjol legal lainnya,” tambahnya.
Rudi menegaskan kembali, soal tingginya kredit macet masyatakat NTB di pinjaman online tertinggi secara nasional. Namun trend penyaluran kredit pinjol yang bermasalah di NTB terus menurun setiap bulannya.
OJK Provinsi NTB menggandeng seluruh stakeholder melakukan edukasi kepada masyarakat. OJK bahkan memperioritaskan edukasi masyarakat yang ada di desa-desa dan daerah tertinggal, terluar, dan terpencil. Dalam rangka meningkatkan literasi dan inklusi keuangannya.
“Pinjol resmi atau fintech lending merupakan opsi bagi masyarakat yang terkendala jarak, tidak memiliki jaminan, dan termasuk kategori non bankable, untuk mengakses pembiayaan. Dibanding pinjam ke rentenir atau pinjol ilegal, yang lebih berisiko. Tentu selain itu opsi utamanya adalah lembaga pembiayaan perbankan dan non bank lainnya. Yang jelas, kalaupun minjam di online, harus dipahami bahwa angsuran bunga yang ditawarkan pinjol relative lebih tinggi dari pada bunga perbankan,” tandasnya. (bul)