Mataram (Suara NTB) – Akses kredit masyarakat Nusa Tenggara Barat di Pinjol (pinjaman online) cukup tinggi, lebih dari setengah teriliun. Namun tingkat kredit macetnya juga sangat tinggi, bahkan tertinggi di Indonesia.
Hal ini menjadi perhatian di DPRD NTB. Ketua Komisi III Bidang Keuangan dan Perbankan DPRD NTB, Sambirang Ahmadi mengungkapkan, tingginya minat masyarakat NTB pada pinjol disebabkan oleh beberapa faktor.
Salah satu diantaranya, persyaratan yang lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan perbankan konvensional. Meskipun bunga yang ditawarkan cukup tinggi, namun hal ini dirasa sebanding dengan kemudahan yang didapatkan.
“Masyarakat kita sering terjepit secara ekonomi, sehingga mereka memilih jalan pintas dengan meminjam melalui pinjol tanpa mempertimbangkan risiko yang mungkin timbul,” ujar Sambirang yang juga Politisi PKS, di Mataram, Selasa, 22 Oktober 2024.
Apalagi akses Pinjol ini sangat mudah, cukup hanya melalui handphone, pembiayaannya sudah ditransfer ke rekening, tanpa keluar rumah.
Untuk mengatasi masalah ini, Sambirang menyarankan agar perbankan konvensional dan syariah dapat lebih fleksibel dalam memberikan akses kredit kepada masyarakat. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
Dengan memberikan bunga yang lebih kompetitif, perbankan dapat menarik minat masyarakat untuk beralih dari pinjol ke lembaga keuangan yang lebih resmi. Proses pengajuan kredit juga perlu dipermudah agar masyarakat tidak perlu menunggu terlalu lama untuk mendapatkan dana yang dibutuhkan.
Selain itu, masyarakat perlu diberikan edukasi mengenai pengelolaan keuangan yang baik agar tidak mudah terjebak dalam jeratan utang.
Sambirang juga menekankan pentingnya peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mencari solusi atas permasalahan ini. OJK diharapkan dapat merumuskan kebijakan yang dapat menyeimbangkan antara perlindungan konsumen dengan kepentingan industri keuangan.
“OJK harus mencari formula yang tepat agar perbankan dapat memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian,” tegasnya.
Karena tingginya angka kredit dan kredit macet pinjol menurutnya tidak hanya merugikan masyarakat secara individu, namun juga berdampak negatif pada perekonomian secara keseluruhan. Masyarakat yang terjerat utang pinjol akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga dapat meningkatkan angka kemiskinan.
“Sehingga, masalah kredit macet pinjol di NTB menjadi tantangan serius yang membutuhkan perhatian dari berbagai pihak. Pemerintah, melalui OJK, diharapkan dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi masalah ini. Sementara itu, perbankan perlu lebih proaktif dalam memberikan akses kredit kepada masyarakat dengan syarat yang lebih mudah dan bunga yang kompetitif,” tandasnya. (bul)