Praya (Suara NTB) – Desa Teruwai Kecamatan Pujut menjadi wakil Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) pada ajang penilaian Desa Anti Korupsi tingkat NTB tahun 2024 ini. Desa Teruwai bakal bersaing dengan tujuh desa lainnya di NTB untuk memperebutkan tiga terbaik yang akan mewakili NTB di ajang yang sama tingkat nasional tahun ini juga. Desa Teruwai sukses menyisihkan beberapa desa lainnya pada seleksi tahap awal.
“Dari beberapa desa yang diajukan oleh Pemkab Loteng, hanya Desa Teruwai yang dari sisi persyaratan dan dokumen pendukungnya paling lengkap,” ungkap Ketua Tim Verifikasi Desa Anti Korupsi NTB Muhariyadi Kurniawan, S.Sos..M.E., kepada wartawan di sela-sela verifikasi di Desa Teruwai, Selasa, 22 Oktober 2024.
Saat ini tim turun untuk melakukan verifikasi. Untuk melihat kesesuaian antara dokumen serta persyaratan yang sudah diserahkan dengan kondisi riil dilapangan. Jangan sampai yang dilaporkan ada, tetapi tidak ada atau tidak dilaksanakan di lapangan.
Ia menjelaskan, ada lima indikator yang dijadikan penilaian. Di antaranya, terkait tata laksana pemerintahan serta pembangunan di desa, apakah sesuai dengan regulasi yang ada. Kemudian soal keterbukaan informasi publik serta ada tidak peran serta elemen masyarakat dalam proses pembangunan. Terutama pada tahap perencanaan, apakah masyarakat dilibatkan atau tidak.
“Termasuk hubungan dengan pengawasan. Apakah BPD memang menjalankan peran serta fungsi secara maksimal. Dalam upaya mencegah terjadinya tindakan yang mengarah pada tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Dengan kata lain dalam penilaian desa anti korupsi ini tidak hanya bicara pelaksanaan pembangunan yang bebas dari korupsi. Tetapi juga soal keterlibatan unsur masyarakat serta lembaga desa terutama BPD dalam setiap tahap pembangunan di desa.
Sekretaris Inspektorat Provinsi NTB ini mengatakan, penilaian desa anti korupsi tersebut diinisiasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagai salah satu bentuk pembinaan dan pencegahan tindak pidana korupsi di tingkat desa yang merupakan ujung tombak pelayanan publik di daerah. Karena di proses pelayanan publik juga rentan terjadi korupsi.
Kemudian saat ini desa juga mengelola anggaran cukup besar, sehingga berpotensi juga terjadi tindak pidana korupsi di dalamnya. “Melalui penilaian desa anti korupsi ini, sistem di internal desa diperkuat, agar potensi terjadinya tindakan pidana korupsi bisa diminimalisir sejak dini,” pungkasnya. (kir)