Giri Menang (Suara NTB) – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri (Bakesbangpoldagri) NTB menyosialisasikan pendidikan politik kepada penyandang disabilitas. Sosialisasi ini dilakukan dalam rangka membangun partisipasi penyandang disabilitas dalam menyukseskan pilkada serentak 27 November 2024.
Kepala Bakesbangpoldagri NTB, H. Ruslan Abdul Gani, SH., MH., menyatakan salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan pemilu atau pemilukada adalah dengan adanya partisipasi pemilih dari masyarakat. Sehingga, perlu dilakukan sosialisasi ini untuk membangkitkan partisipasi penyandang disabilitas.
“Keberhasilan pelaksanaan pemilu atau pemilukada bisa terjadi karena tiga hal, partisipasi pemilih, penanganan konflik, dan dukungan pemerintah terhadap penyelenggara pemilu, lembaga, parpol, dan masyarakat,” ujarnya, Kamis, 24 Oktober 2024.
Dalam sosialisasi ini, para penyandang disabilitas diminta untuk menggunakan hak pilihnya dengan sebaik-baiknya. Dijelaskan kepada mereka bahwa salah satu indikator suksesnya Pilkada ini adalah dengan partisipasi mereka sebagai Warga Negara Indonesia.
Selanjutnya, dijelaskan pula langkah-langkah dalam mensukseskan pilkada serentak tahun 2024 ini bisa dilakukan dengan meningkatkan sinegritas dan koordinasi antara seluruh stakeholder, penyelenggara pemilu, serta aparat keamanan dan intelejen yang ada di daerah NTB.
Memastikan para aparat daerah seperti penyelenggara pemilu, ASN, TNI dan Polri untuk tidak berpihak kepada salah satu paslon, atau memastikan kenetralitasan mereka. Dilakukan pula pendekatan kepada tokoh agama, masyarakat, adat, serta politisi untuk membantu mengamankan dan mensuskseskan prosesi pilkada ini.
Ruslan juga menjelaskan larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan di masa kampanye sampai dengan pasca pemilihan. Di antaranya adalah mempersoalkan Pancasila dan UUD RI Tahun 1945. Menghina agama, suku, ras, golongan, calon Gubernur, calon Wakil Gubernur, calon Bupati, calon Wakil Bupati, calon Walikota, calon Wakil Walikota, dan parta politik.
“Melakukan kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, perseorangan, dan kelompok masyarakat. Kampanye menggunakan kekerasan atau ancaman, mengganggu keamanan dan ketertiban, merusak alat peraga kampanye,” bebernya.
Tidak hanya itu, dilarang pula berkampanye menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan, melakukan pawai atau karnaval di jalanan, dan melakukan kampanye diluar jadwal yang telah ditetapkan KPU. (era)