Mataram (Suara NTB) – KPU NTB telah menggelar Debat Pertama Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB pada Rabu, 23 Oktober 2024 lalu. Namun, survei yang digelar MY Institute, memperlihatkan belum adanya perubahan sikap pemilih yang dipicu oleh debat tersebut.
Kesimpulan tersebut disampaikan Direktur MY Institute Miftahul Arzak, dalam siaran pers yang diterima Suara NTB, Minggu, 27 Oktober 2024.
Lembaga Konsultan dan Survei MY Institute yang merupakan salah satu Anggota Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (PERSEPI) melakukan survei dan menggelar diskusi bertema “Diskusi Politik ala MY Institute” pada Jum’at, 25 Oktober 2024.
Diskusi ini dipimpin Miftahul Arzak selaku Direktur MY Institute. Miftah menjelaskan, survei yang mereka lakukan adalah survei akademis yang lebih banyak menitikberakan pada masukan-masukan terhadap pelaksanaan dan tujuan Debat itu berlangsung.
“Bisa dikatakan, survei ini lebih banyak memberikan masukan terhadap Komisi Pemilihan Umum”, tegas Miftah.
Kemudian, diskusi dilanjutkan dengan pemaparan hasil survei oleh Yadi Satriadi selaku ketua metodologi MY Institute. Yadi menjelaskan bahwa survei ini dilaksanakan singkat, yaitu pada 24 – 25 Oktober 2024, dengan mewawancarai kembali orang-orang yang pernah menjadi responden MY Institute di survei-survei sebelumnya.
Survei yang singkat ini bertujuan agar responden bisa segera memberikan respon terhadap debat pertama dan tidak hilang momentum sehingga responden masih mengingat Kembali dan bisa memberikan penilaian. Survei ini menggunakan margin of error +/- 5% dengan tingkat kepercayaan 95% sehingga mendapatkan responden 400 orang. Sampel dipilih dengan menggunakan Multistage Random Sampling yang terdistribusi secara proporsional di setiap Kabupaten se-NTB, sehingga hasilnya pun tetap dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Yadi, secara umum debat sebenarnya dapat dijadikan sebagai ajang oleh para kandidat untuk mempromosikan diri tanpa adanya turun langsung ke masyarakat. Pada diskusi kali ini, yang paling penting untuk diperhatikan bersama-sama terutama untuk para kandidat yang maju untuk dapat melihat respon dari masyarakat NTB terhadap debat pertama yang berlangsung pada 23 Oktober 2024 lalu sekaligus melihat tingkat partisipasi masyarakat dalam menyaksikan salah satu ajang dalam memeriahkan pemilihan kepala daerah.
Berdasarkan hasil survei MY Institute, terdapat 29,3% responden menyatakan menonton debat pertama pemilihan gubernur dan wakil gubernur NTB yang dilaksanakan pada 23 Oktober 2024 lalu. Dari 29,3% ini terdapat 52,1% – nya menonton di televisi atau pada Trans TV, sedangkan 47,9% – nya menonton di Youtube resmi Komisi Pemilihan Umum NTB. Miftah selaku direktur MY Institute merespon positif jumlah penonton debat ini. Ia menjelaskan bahwa jumlah ini cukup besar, dan dikatakan KPU cukup berhasil mendorong ketertarikan partisipasi Masyarakat, dan berharap menjadi modal saat pemilihan berlangsung nanti. Namun, ketertarikan ini juga pasti ada sumbangan dari para calon, tim sukses maupun dorongan pribadi Masyarakat.
Di samping itu, ia berharap ini akan semakin bertambah di debat-debat selanjutnya. Apalagi dari hasil survei didapatkan tanggapan berbagai responden bahwa debat tersebut dapat membantu mereka untuk memilih pasangan calon dan berpikir kritis, ternyata menurut responden juga beberapa kandidat sangat menonjol bahkan keterbukaan kandidat tersebut sangat terlihat jelas, serta banyak poin yang pada saat debat perlu untuk didiskusikan lebih lanjut.
Namun, menariknya pada temuan MY Institute, bahwa di debat pertama ini responden yang berubah pilihan atau yang belum bersikap akhirnya memilih hampir tidak ada. Kecendrungan pemilih berubah pilihan paska menonton debat, yaitu sebesar 0%. Namun, ditambahkan oleh Yadi bahwa ini bukan berarti sama sekali tidak berubah, namun bisa jadi karena margin of error yang cukup besar, yaitu 5%, maka bisa jadi berada di bawah 5%.
“Kami hanya dapat mengatakan bahwa sangat kecil yang berubah pilihan bahkan mencapai tidak ada.”
Di akhir, Miftah menambahkan bahwa faktor rendahnya perubahan suara bahkan yang belum bersikap akhirnya melabuhkan pada salah satu calon karena bisa jadi performa dari tiap calon masih belum terlalu menonjol. Tidak ada calon yang sangat dominan sehingga banyak pemilih yang mengubah pilihan ke mereka.
“Atau bisa jadi penonton debat pertama adalah orang-orang yang sudah menentukan sikap ke salah satu calon dan tidak terlalu terpengaruh dengan performa calonnya ataupun calon lainnya,” ujar Miftah.
Di akhir diskusi, Miftah dan Yadi berharap di debat kedua nanti terdapat perfoma yang lebih lagi dari para kandidat untuk ditujukan kepada publik, dan menjadikan debat sebagai ajang untuk memperlihatkan visi dan misi serta apa yang akan mereka lakukan jika terpilih nanti. (r)