Tanjung (Suara NTB) – Sejumlah warga korban gempa 2018, harus menelan pil pahit. Alih-alih masalah Rumah Tahan Gempa (RTG) sudah berlalu, mereka justru menghadapi kenyataan dimana RTG yang ditinggalinya dibongkar dan terancam dibongkar oleh oknum aplikator (kontraktor RTG) ketika itu.
Kepada Suara NTB, Minggu 27 Oktober 2024 petang, dua di antara korban pembongkaran dan terancam dibongkarnya RTG adalah, Surya Pelangi, alamat Dusun Mekar Damai, dan Lalu Rusli, alamat Dusun Damai Indah – keduanya Desa Dangiang, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara.
Kedua warga ini masing-masing memiliki rekening RTG. Lalu Rusli, pemilik rekening BRI No. 469001*** (dan seterusnya), diketahui telah terbuka/terdaftar rekeningnya pada 23 Agustus 2021. Rusli bahkan mengakui, tercatat sebagai korban gempa dan masuk pada SK 25 atau SK 26. Sedangkan Surya, buku rekeningnya masih ditahan oleh oknum aplikator. Namun Surya mengaku, pada buku tabungannya tercatat cetak Saldo Debt sebesar Rp 50 juta.
Untuk kedua “korban” RTG ini, kondisi bangunannya berbeda. Kediaman Rusli belum dibongkar lantaran ia bersikeras, agar oknum aplikator harus membayar ganti rugi atas biaya tukang, biaya batu. Selain itu, Ia menuntut dikembalikannya biaya servis rumah 5 bulan lalu yang ia taksir mencapai Rp 17 juta. Sudah 6 tahun berlalu pascagempa, atau 3 tahun pascabuka rekening dan dibangunkan rumah oleh oknum, Ia beranggapan tidak ada masalah. Ia pun memberanikan diri memasang keramik dengan biaya sendiri. Bahkan, saat proses awal pengajuan berkas, Ia tidak ragu memindahkan proses pemberkasan dari aplikator awal kepada aplikator yang telah membangunkannya rumah.
“Kebetulan tadi (Minggu) pagi ditelepon istri saat sedang nyopir, diberitahu ada tukang yang mau bongkar rumah. Istri sampai mengeluarkan perabot rumah seperti pakaian,” ucapnya.
Rusli kemudian melakukan negosiasi dengan oknum aplikator. Yaitu dibongkar atau tidaknya bangunan, akan diputuskan jika status rekening dan dana RTG klir (terdebt dan dapat dicairkan).
Di sisi lain, Ia dan warga “korban” RTG lain yang terancam pembongkaran, tidak mampu memenuhi skim yang ditawarkan oknum. Skim dimaksud adalah, biaya RTG dilunasi dengan akad bayar cash atau kredit sebesar Rp 40 juta. Jika dibayar kredit, maka warga harus menyicil sebesar Rp 2 juta per bulan selama 20 kali angsuran.
Hal tersebut ikut dibenarkan Surya Pelangi. Skim yang ditawarkan oknum, ditolak. Sebab baginya, saat ekonomi sedang sulit saat ini, Ia dan istrinya, Iska.Ramdayani, sudah tidak mampu memikirkan cicilan sejumlah itu.
RTG pada Surya sendiri dapat digolongkan kasuistis atau masuk ke dalam data anomali. Ia mengaku, saat gempa 2018, Ia masih berstatus lajang. Orang tuanya ketika itu, membangunkan rumah untuknya sebagai persiapan berumah tangga. Tatkala gempa, kedua rumah diusulkan ke Bupati melalui BPBD KLU ketika itu. Buku rekening pun keluar, yang mana, buku rekening tersebut kini dipegang oleh oknum aplikator.
Bangunan milik Surya yang dibongkar saat ini dimanfaatkan untuk mencari nafkah. Ia membuka warung kecil yang melayani anak-anak sekolah sekitar.
Minggu pagi sekitar pukul 09.00 WITA kemarin, bangunan itu dibongkar oleh 5 orang tukang suruhan oknum aplikator. Seluruh partisi material kanal, dicabut dari beton. Begitu pun, material kalsiboard yang digunakan sebagai dinding. Tertinggal di bangunan itu saat ini, adalah beton bertulang. Seluruh isi warung telah dikeluarkan.
“Yang dibongkar baru atap dan dinding, kalau beton besok (Senin) pagi,” akunya.
Untuk mencapai kesepakatan pembongkaran bangunan ini, Surya menceritakan, berproses melalui Pemdes dan Majelis Krama Desa. Selama 2 kali diundang, pertemuan pertama Surya tidak hadir. Yang kedua, Ia diwakili oleh sang Ayah, H. M. Yasin. Bahkan, saking malunya dipanggil oleh MKD, termasuk melibatkan oknum Kepolisian, sang Ayah akhirnya bertanda tangan. Demikian pula sang Ibu, menerima proses bongkar dengan satu catatan.
“Sampai orang tua (Ibu) katakan, silakan bongkar semua, jangan sisakan batu satu pun di lahan itu,” tandas Surya meniru perkataan Ibunya.
Sementara, M. Sarif atau biasa dipanggil Husein oleh warga setempat, mengaku heran dengan bentuk penyelesaian masalah pada RTG. Sepengetahuannya, saat dibangunnya RTG dulu, Pemda melalui BPBD yang lebih berperan. Ia tidak melihat pihak Desa, MKD atau lembaga apapun selain fungsi koordinasi dengan Pemda.
“Mengapa sekarang giliran ada masalah, mereka tidak melibatkan BPBD atau Pemda,” tanyanya.
Untuk diketahui, Sarif berperan dalam menjembatani proses pemberkasan dokumen milik Surya. Akunya, di awal, berkas sudah disetorkan kepada aplikator lain di Kecamatan Kayangan. Namun dengan dalih melalui aplikator ini proses cair bisa lebih cepat, Ia kemudian menarik dan memindahkan berkas kepada oknum aplikator saat ini.
“Janjinya, sekarang cabut besok langsung dibangunkan. Dan betul, besoknya langsung dibawakan material. Kami sebagai pemohon, mana tahu ada alur yang bermasalah,” tandasnya. (ari)