Mataram (Suara NTB) – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadi tiga Kementerian. Salah satu yang menjadi sorotan yaitu Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi yang mengalami persoalan berulang.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Dr. H. Aidy Furqan ditemui di Mataram, Senin, 28 Oktober 2024 mengatakan, pihaknya di daerah akan dikumpulkan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terkait PPDB. Ia sangat menunggu kesempatan tersebut, karena selama ini PPDB zonasi jenjang SMA di NTB mengalami persoalan berulang.
Pada PPDB zonasi jenjang SMA tahun ajaran 2024/2025 ini, masih ada siswa yang tidak diterima di SMA yang berada satu zonasi dengan tempat tinggalnya. Jumlahnya mencapai ratusan orang. Belum lagi, adanya dugaan siswa titipan di sekolah tertentu yang terus mencuat setiap tahunnya.
Persoalan lainnya, ada sekolah yang menerima siswa melebihi daya tampung dari yang tertera di Petunjuk Teknis atau Juknis PPDB. Sedangkan, ada juga sekolah yang masih kekurangan siswa atau kuota siswa barunya belum terpenuhi. PPDB zonasi dianggap belum menjawab masalah kesenjangan kualitas antarsekolah.
“Kayaknya kita akan dikumpulkan soal PPDB, saya menunggu dengan cepat, ingin menyampaikan banyak hal, supaya tidak banyak persoalan berulang,” ujar Aidy.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek), dan Kementerian Kebudayaan diharapkan mampu menyelasaikan banyak masalah pendidikan.
“Saya tetap mendukung kebijakan pusat untuk mempermudah akses dan pelayanan. Daerah tentu akan menentkan sesuai kondisi, terkait ada pemecahan dinas akan disesuaikan dengan analisis beban kerja, dan kekuatan APBD. Dari kami akan menyesuaikan,” ujar Aidy.
Pengamat pendidikan yang juga Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Mataram (FKIP Ummat), Dr. Muhammad Nizaar, M.Pd.Si., mengatakan pemecahan Kementerian itu merupakan hak prerogatif presiden. Tentunya ada pertimbangan dari presiden terkait skala prioritas kemajuan pendidikan. “Semakin spesifik kerja kementerian tentunya akan semakin maksimal capaian kinerja sektor pendidikan,” ujarnya.
Pada era presiden sebelumnya, masa Susilo Bambang Yudhoyono dan periode pertama Joko Widodo terjadi pemisahan antara Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dengan Pendidikan Tinggi. Lalu periode kedua Joko Widodo disatukan kembali. Saat itu terjadi proses penyesuaian yang cukup rumit antar dua kementerian tersebut.
Menurut Nizaar, masih sangat banyak masalah dunia pendidikan yang perlu dituntaskan, sehingga akan sangat sulit satu kementerian mengurusi dari PAUD sampai perguruan tinggi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada.
“Masalah terbesar pendidikan dasar dan menengah saat ini adalah rendahnya kualitas siswa Indonesia dibandingkan dengan negara-negara sekitar. Skor PISA turun drastis, akses pendidikan sulit karena sarana tidak memadai, dan berbagai hal lain yang masih sulit diselesaikan,” ujar Nizaar.
Meski demikian, tentu ada dampak penyesuaian diri pada level daerah dan unit-unit. MenurutNya, di bawah atau daerah tinggal menyesuaikan saja, karena pada dasarnya struktur yang paling mikro dari sasaran kerja tiga kementerian tersebut terpisah, sekolah terpisah dengan perguruan tinggi, dan kegiatan kebudayaan berada pada sektor lingkungan masyarakat sosial.
Ia menyarankan, untuk Kemendikdasmen agar akses pendidikan bagi daerah terpencil perlu diperkuat, kualitas guru ditingkatkan, kurangi beban tugas guru, dan pengembangan profesi guru harus didampingi. “Tidak bisa dibiarkan berinisiatif sendiri,” sarannya.
Sementara, untuk Kemendikti Saintek, perlu terus diperkuat konektivitas dunia usaha dan dunia industri agar para sarjana benar-benar bisa langsung bekerja. Penawaran dan permintaan atau Supply and demand perlu diukur agar sarjana yang dihasilkan oleh perguruan tinggi mengetahui peluang-peluang kerja yang bisa dimasuki.
Untuk Kementerian Kebudayaan, perlu adanya sinergi gerakan dengan kementerian pendidikan dalam menghidupkan kebudayaan bangsa dan daerah. “Tidak hanya menghidupkan budaya pada lingkungan masyarakat tetapi juga kebudayaan juga dihidupkan di lemabaga-lembaga pendidikan. Perlu adanya kerja bersama,” pungkasnya. (ron)