Mataram (Suara NTB)- Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) NTB, Ir.H. Ridwansyah memenuhi panggilan penyidik Polresta Mataram terkait penyidikan kasus dugaan korupsi dalam kegiatan sewa alat berat tahun 2021.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Mataram, Kompol I Made Yogi Purusa Utama di Mataram, Kamis 31 oktober 2024, membenarkan adanya pemeriksaan Ridwansyah selaku mantan Kadis PUPR NTB dalam kasus dugaan korupsi sewa alat berat.
“Iya, mantan Kadis (Ridwansyah) yang kami periksa hari ini bersama salah seorang mantan kasi di PUPR NTB,” kata Yogi.
Dia menjelaskan pemeriksaan dua mantan pejabat Dinas PUPR NTB tersebut berlangsung mulai pukul 09.00 hingga 12.00 Wita.
Yogi memastikan materi pemeriksaan berkaitan dengan pengetahuan dua mantan pejabat tersebut dalam proses sewa alat berat.
“Jadi, mantan kadis ini mengaku kalau kegiatan sewa itu berlangsung sebelum dia menjabat, yang menandatangani sewa menyewa dengan terlapor (Fendy) ini mantan Kadis sebelum Pak Ridwansyah,” ujarnya.
Namun demikian, Yogi mengatakan bahwa Ridwansyah telah mengaku kepada penyidik bahwa dirinya mengetahui adanya kegiatan sewa alat berat tersebut.
“Tahunya dari pejabat sebelumnya (mantan Kadis), penandatanganan sewa itu berlangsung hanya sekali di zaman pejabat sebelumnya. Dia juga mengaku sudah mengetahui kalau terlapor (Fendy) tidak pernah menyetorkan biaya sewa dan melaporkan ke dinas,” ucap dia.
Oleh karena itu, Yogi menegaskan bahwa dalam rangkaian pemeriksaan saksi secara maraton ini penyidik mengagendakan permintaan keterangan kepada mantan Kadis PUPR NTB sebelum Ridwansyah bernama H.Sahdan yang kini menduduki jabatan Kepala Dinas ESDM Provinsi NTB.
“Iya, tentunya masuk agenda pemeriksaan kami untuk mantan pejabat sebelum Pak Ridwansyah,” kata Yogi.
Ridwansyah yang ditemui usai pemeriksaan juga membenarkan dirinya memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus tersebut.
Selain keterangan, Ridwansyah juga menunjukkan sejumlah dokumen yang terkait dengan kegiatan sewa alat berat ke hadapan penyidik.
Dalam penanganan kasus ini, penyidik telah mengantongi potensi kerugian keuangan negara dengan nilai sedikitnya Rp3 miliar. Nilai kerugian itu muncul dari kalkulasi sewa yang dimulai sejak tahun 2021 hingga Juli 2024.
Untuk menguatkan bukti adanya kerugian, penyidik akan meminta dukungan Inspektorat. Namun, Yogi memastikan permintaan audit tersebut akan berlangsung usai pemeriksaan saksi ini selesai. (ant)