Taliwang (Suara NTB) – Bidang Hubungan Industrial (HI) pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sumbawa Barat mengungkapkan, aduan paling banyak yang diajukan oleh pekerja selama ini berkutat terkait pengupahan.
“Paling banyak soal gaji. Dan itu lebih banyak dari kalangan pekerja daripada perusahaan,” ungkap Kabid HI, Disnakertrans KSB, Apriadi.
Aduan para pekerja terkait upah itu sangat tinggi. Bahkan menurut Apriadi, hampir setiap hari ada saja pekerja dari sejumlah perusahaan yang datang melaporkan maupun sekedar berkobsultasi. “Biasanya 5 sampai 10 orang sehari dan itu beda-beda perusahaan,” sebutnya.
Pekerka yang mengadu terkait permasalahan upahnya itu umumnya adalah mereka yang bekerja di sejumlah perusahaan sub kontraktor proyek tambang Batu Hijau. Apriadi mengatakan, sebenarnya aduan mengenai gaji oleh pekerja itu bukan karena adanya persoalan pada tataran pelaksanaan. Akan tetapi itu terjadi karena kesalahan persepsi antar pihak pekerja dan perusahaan dalam memahami penerapan upah sesuai yang telah mereka sepakati sebelumnya dalam perjanjian kerja.
Dicontohkan Apriadi, dari pihak pekerja kebanyakan mereka menganggap bahwa lembur termasuk dalam komponen upah. Akibatnya mereka selalu menghitung upah lemburnya berdasarkan persentase upah pokok. “Nah begitu kami beri pemahaman, mereka akhirnya tidak jadi protes ke perusahaan tempatnya bekerja,” sebutnya.
Apriadi menjelaskan, upah hanya terdiri dari 3 komponen. Yakni upah pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap. “Dan kalau dalam perjanjian kontrak kerja upah pokok yang disepakati sebesar dengan UMK atau UMR maka dari sisi pemerintah kami anggap tidak ada masalah. Itu saja yang kami lihat,” cetus Apriadi.
Selain soal upah, aduan yang juga banyak diterima Bidang HI adalah para pekerja yang terkena sanksi pada proyek tambang Batu Hijau. Ada ratusan pencari kerja yang saat ini aksesnya ditutup untuk dapat kembali bekerja di proyek tambang tembaga dan emas tersebut. Mereka masuk dalam daftar hitam perusahaan setelah dinyatakan melakukan kesalahan fatap dalam bekerja.
Mengenai hal itu, Apriadi mengaku, pihaknya selalu berupaya memfasilitasinya. Namun demikian keputusan apakah seseorang dapat dipekerjakan atau tidak, menjadi otoritas penuh perusahaan.
“Soal pekerja blacklist ini memang kan sudah lama. Tapi ada kok yang kami fasilitasi bisa bekerja lagi pada akhirnya. Makanya kami selalu upayakan kalau ada yang mengadu,” pungkas Apriadi. (bug)
Â