Mataram (Suara NTB)-Bappeda Provinsi NTB mengikuti kegiatan kegiatan Diseminasi Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang digelar oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan. Diseminasi Penggunaan DBHCHT ini berdasarkan PMK No.72 Tahun 2024 sebagai pengganti dari PMK No.125 Tahun 2021. Kegiatan berlangsung melalui zoom meeting akhir pekan kemarin yang diwakili oleh Fungsional Perencana Ahli Muda Syamsul Hidayat, S.Pt.
Kegiatan deseminasi ini digelar sambil menunggu PMK Nomor 72 Tahun 2024 tentang Penggunaan DBHCHT yang masih dalam proses diundangkan. Dimana regulasi baru ini nantinya akan dirujuk dalam penyusunan Recana Kerja dan Penganggaran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Daerah. Untuk memudahkan koordinasi dan sikronisasi pelaksanaan DBHCHT sebagai implementasi PMK Nomor 72 dimaksud, Pemerintah daerah diminta segera menunjuk atau menetapkan Koordinator diwilayahnya masing-masing.
Syamsul Hidayat mengatakan, secara umum proporsi penggunaan DBHCHT tidak mengalami perubahan, yaitu bidang kesejahteraan masyakat sebesar 50 persen, bidang penegakan hukum 10 persen dan bidang kesehatan sebesar 40 persen, dengan alokasi biaya operasional pendukung maksimal sebesar 10 persen dari anggaran kegiatan.
Sementara kegiatan prioritas berdasarkan kebutuhan daerah pada regulasi sebelumnya dapat dialokasikan maksimal 40 persen, namun pada PMK 72 ini sudah tidak diperkenankan untuk dianggarkan. Adapun alokasi anggaran yang dapat dialihkan apabila ketersediaan anggaran melebihi kebutuhan (pengaturan fleksibilitas) antara lain bidang penegakan hukum sebesar 10 persen, dapat dialihkan ke kegiatan pada bidang kesejahteraan masyarakat dan kegiatan di bidang kesehatan.
Selanjutnya bidang kesejahteraan masyarakat sebesar 20 persen (kegiatan pemberian bantuan), dapat pula dialihkan ke kegiatan di bidang kesehatan, kegiatan lain di bidang kesejahteraan masyarakat dan kegiatan pendukung pengelolaan DBHCHT.
Sementara anggaran DBHCHT yang tidak dapat dialihkan penggunaanya ke program lainnya yaitu bidang Kesejahteraan masyarakat sebesar 20 persen berupa program peningkatan kualitas bahan baku, program pembinaan industri dan program pembinaan lingkungan sosial pada kegiatan peningkatan keterampilan kerja.
Selanjutnya kegiatan bidang kesehatan sebesar 40 persen pada program pembinaan pembinaan lingkungan sosial antara lain pelayanan kesehatan baik kegiatan promotive atau preventif maupun kuratif,rehabilitatif, penyediaan atau peningkatan sarana-prasarana fasilitas kesehatan, penyediaan atau peningkatan sarana-prasarana fasilitas sanitasi, pengelolaan limbah dan air bersih pada fasilitas kesehatan, pembayaran iuran jaminan kesehatan penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah termasuk pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja. Kemudian pelatihan tenaga kesehatan dan atau tenaga administratif pada fasilitas kesehatan serta pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan peran kader.
“Selanjutnya diatur pula pada PMK 72 bagi daerah dengan alokasi anggaran dibawah Rp. 100 juta, penggunaan DBH CHT dapat disesuaikan dengan bidang-bidang yang ada namun dengan proporsi yang dapat disesuaikan berdasarkan kebutuhan daerah,” terangnya.
Adapun perubahan yang terjadi pada masing-masing bidang dapat disampaikan sebagai berikut. Pada bidang kesejahteraan masyarakat (earmarked maksimal 50 persen), hanya mengalami perubahan pada program pembinaan lingkungan sosial yaitu pada kegiatan pemberian bantuan berupa pembayaran iuran jaminan perlindungan sosial ketenakerjaan.
Kemudian pada kegiatan peningkatan keterampilan kerja yaitu bantuan bibit atau benih dan atau sarana dan prasarana pertanian kepada anggota masyarakat lainnya termasuk petani cengkeh dan buruh tani cengkeh. Kedua kegiatan tersebut ditujukan kepada buruh tani tembakau, buruh pabrik rokok termasuk yang terkena pemutusan hubungan kerja dan atau anggota masyarakat lainnya termasuk petani cengkeh dan buruh tani cengkeh.
Program pembinaan lingkungan sosial pada bidang kesehatan (earmarked minimal 40 persen) terfokus hanya pada fasilitas kesehatan dengan penambahan layanan kesehatan baik promotif/preventif maupun kuratif/rehabilitatif kegiatan penurunan angka prevalensi merokok.
Sementara pada bidang penegakan hukum (earmarked maksimal 10 persen) mengalami perubahan hanya pada program pembinaan industri yang semulanya terfokus pada pembangunan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) berubah menjadi kegiatan pengawasan kepemilikan mesin pelinting sigaret.
“Seluruh program dan kegiatan pada bidang penegakkan hukum secara detail akan dikoordinasikan dan dibahas nantinya bersama Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,” imbuhnya.
Dalam PMK 72 tahun 2024, termuat sanksi bagi daerah yang tidak menyampaikan laporan realisasi penggunaan DBH CHT dan RKP serta tidak memenuhi kesesuaian proporsi alokasi anggaran DBH CHT untuk masing-masing bidang berupa penundaan penyaluran pada periode yang bersangkutan sampai dengan tanggal 15 November tahun berajalan serta penghentian penyaluran apabila setelah tanggal 15 November tidak dapat dialokasikan kembali program kegiatan sesuai dengn proporsi masing-masing bidang.(ris/r)