Mataram (Suara NTB) – Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi NTB meminta kepada pemerintah kapupaten untuk membuat Peraturan Daerah (Perda) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). LP2B merupakan bidang lahan yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
Provinsi NTB sendiri telah memiliki Perda Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Regulasi tersebut menjadi acuan di dalam pengendalian alihfungsi lahan pertanian di NTB.
Sekretaris Distanbun Provinsi NTB Ni Nyoman Darmilaswati mengatakan, jika belum ada Perda, paling tidak Pemda menetrbitkan SK Bupati/Walikota terkait dengan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan tersebut.
Sejauh ini, pemda yang sudah membuat SK Bupati yaitu Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Lombok Timur, dan Lombok Tengah. Sementara daerah yang sudah memiliki Perda LP2B baru Kota Bima. Ada beberapa kebupaten yang sebenarnya siap membuat Perda LP2B tahun 2023 seperti Kabupaten Lombok Barat, KLU dan Lombok Tengah, namun dukungan anggaran untuk mendukung pembuatan regulasi tersebut ditarik oleh pemerintah pusat.
“Tapi kami tetap gencar meminta kabupaten paling tidak membuat SK Bupati tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,” katanya.
Ia mengatakan, di program 100 hari Presiden Prabowo, pihaknya diminta untuk melaksanakan program cetak sawah baru. Sejauh ini kabupaten-kabupaten telah mengusulkan 50.80 hektare cetak sawah baru ke pemerintah pusat.
“Memang program kami di tahun 2024, perluasan areal tanam itu yang meningkatkan indeks pertanaman. Dari satu kali tanam menjadi dua kali, yang dua kali bisa tiga kali, yang penting ada airnya,” katanya.
Asisten II Setda Provinsi NTB Dr. Fathul Gani sebelumnya mengatakan, secara akumulatif, sekitar 10 ribu hektare lahan pertanian di NTB mengalami penyusutan tiap tahunnya. Total lahan produktif sendiri di NTB sekitar 270.000 hektare. Ia mengatakan, alih fungsi lahan di NTB faktornya banyak didominasi oleh pembangunan tempat tinggal atau perumahan. Ada juga pembangunan fasilitas umum lainnya.
Meskipun bangunan perumahan banyak menggerus lahan pertanian produktif, ia tidak menafikan pembangunan perumahan merupakan suatu keniscayaan. Tapi paling tidak pembangunan diprioritaskan untuk lahan-lahan yang tidak produktif.
Untuk meminimalisir kegiatan alih fungsi lahan produksi di NTB, perlu dilakukan optimalisasi terhadap lahan-lahan yang ada. Seperti mengoptimalkan irigasi agar bisa mengairi lahan-lahan pertanian. “Sehingga, yang tadinya petani menanam padi satu kali, bisa jadi dua, dua kali bisa jadi tiga kali dalam setahun. Yang biasa tiga kali bisa jadi empat kali jika memungkinkan,” ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB menyatakan luas panen padi pada 2024 di NTB diperkirakan sekitar 280 ribu hektare, mengalami penurunan sebanyak 7,49 ribu hektare atau 2,60 persen dibandingkan luas panen padi di 2023 yang sebesar 287,51 ribu hektare.
Total produksi padi pada 2024 diperkirakan sebesar 1,45 juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami penurunan sebanyak 85,09 ribu ton GKG (5,53 persen) dibandingkan 2023 yang sebesar 1,54 juta ton GKG.(ris)