Mataram (Suara NTB) – Sekolah diminta tidak mengabaikan pengisian Survei Lingkungan Belajar (Sulingjar) karena akan memengaruhi hasil Rapor Pendidikan. Bagi sekolah yang tidak mengisi Sulingjar, sekolah tersebut tidak bisa mengakses Rapor Pendidikan. Dampaknya, sekolah terancam tidak akan dapat diakreditasi, karena akreditasi saat ini menggunakan sistem automatisasi.
Masih ada sekolah jenjang SMA sederajat yang terkesan mengabaikan Sulingjar. Buktinya, panitia pusat sampai harus memperpanjang pengisian Sulingjar untuk mengakomodasi sekolah atau guru dan kepala sekolah yang belum mengisi Sulingjar. Akses pengisian (Sulingjar) Tahun 2024 bagi kepala satuan pendidikan dan pendidik yang belum mengisi, telah ditutup pada 27 Oktober 2024.
Ketua Badan Akreditasi Nasional Sekolah dan Madrasah (BAN S/M) Provinsi NTB, Dr. Syamsul Hadi, M.Pd., pada Selasa, 5 November 2024 menjelaskan, sistem automatisasi akreditasi berdasarkan kinerja satuan pendidikan, kinerja satuan pendidikan basisnya rapor pendidikan. Sementara itu rapor pendidikan berdasarkan data hasil ANBK.
“Jika tidak memiliki data rapor pendidikan, maka tidak bisa mendeskripsikan kinerja satuan pendidikan. Karena itu bisa saja tidak terpetakan sebagai sasaran akreditasi,” ungkapnya.
Ia menegaskan, sekolah seharusnya tidak mengabaikan Sulingjar, karena salah satu kinerja sekolah berdasarkan data yang diperoleh dari evaluasi Sulingjar, yang ter-representasi dalan rapor pendidikan.
“Jika satuan pendidikan tidak mau mengalami kendala akibat dari sistem yang berlaku, maka harus mengikuti Sulingjar,” tegas Syamsul Hadi.
Ada tiga hal besar dalam sistem akreditasi ini, yaitu pertama, instrumen akreditasi berbasis kinerja. Kedua, pola akreditasi. Menurutnya, tidak semua sekolah yang habis masa akreditasinya dilakukan visitasi, tetapi ada pola perpanjangan akreditasi yang akan disampaikan kepada satuan pendidikan berdasarkan hasil dashboard monitoring oleh BAN S/M pusat.
“Tentu ini berimplikasi kepada satuan pendidikan harus senantiasa mengupayakan mutu secara berkelanjutan, sistematis, dan terkoordinasi, sehingga tidak terjadi persoalan ketidaksesuaian hasil akreditasi dengan fakta sebenarnya,” jelas Syamsul Hadi.
Ketiga, lanjut Syamsul Hadi, hal penting yang menjadi pada pola akreditasi, yaitu perumusan rekomendasi. Menurutnya, sering kali rekomendasi tidak berarti apa-apa. Dengan pola ini, diharapkan perumusan rekomendasi bisa menghasilkan program di satuan pendidkan dengan berbasis standar nasional pedidikan.
Sebelumnya, Koordinator Teknis Asesmen Nasional Bidang SMA Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Purni Susanto pada Senin, 4 November 2024 mengatakan, salah satu komponen rapor pendidikan yaitu pengolahan hasil survei lingkungan belajar. Kalau sekolah tidak mengisi, artinya komponen pada rapor pendidikan itu tidak akan tertera.
“Maka sekolah yang tidak memiliki rapor pendidikan tidak akan bisa mengakses link (tautan) untuk mengunduhnya. Bila sekolah pada tahun yang sama ketepatan jadwal akreditasi, maka sekolah terancam tidak akan dapat diakreditasi,” ungkap Purni yang juga Sub Koordinator Kurikulum Bidang SMA Dinas Dikbud NTB.
Mulai tahun depan, sekolah yang belum terakreditasi tidak dapat menerbitkan ijazah untuk peserta didiknya. “Hal ini sesuai Permendikbudristek terbaru terkait ijazah disebutkan bahwa ijazah dapat dikeluarkan hanya oleh sekolah yang terakreditasi,” jelas Purni.(ron)