Mataram (Suara NTB) – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dipecah menjadi tiga Kementerian. Kebijakan Merdeka Belajar yang dikeluarkan Mendikbudristek terdahulu perlu dievaluasi, bahkan sejumlah kebijakan disarankan dihentikan. Salah satu yang menjadi sorotan, yakni Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi kerap kali bermasalah.
Ketua Umum Matematika Nusantara (MN), Moch. Fatkoer Rohman, S.Pd., mengatakan, terkait pemecahan Kemendikbudrisek, ia tidak menilai hal itu baik atau tidak, karena pertimbangannya tidak diketahuinya secara pasti. “Namun kita berprasangka baik saja, semoga pendidikan akan semakin bagus dan fokus bila diurus oleh banyak Kementerian,” ujarnya.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek), dan Kementerian Kebudayaan diharapkan mampu menyelasaikan banyak masalah pendidikan.
Ia menyebutkan, banyak sekali program-program Kemdikbudristek di era Nadiem Makarim yang dikemas dalam paket-paket merdeka belajar, sampai dengan 26 episode. Menurut Fatkoer, dari episode-episode itu yang paling menyita perhatian adalah episode 1, salah satu isinya adalah penghapusan UN, Zonasi yang lebih fleksibel dan penyederhanaan RPP. Episode 5 tentang PPGP (Program Pendidikan Guru Penggerak). Episode 7 tentang PSP (Program Sekolah Penggerak). Episode 15 tentang IKM (Implementasi Kurikulum Merdeka) dan PMM (Paltform Merdeka Mengajar). Episode 19: Rapor Pendidikan Indonesia.
Fatkoer menekankan, perlunya evaluasi kebijakan Merdeka Belajar tersebut. “Perlu dievaluasi. Ada yang perlu dihentikan, seperti PPDB zonasi. Ada yang tetap dilanjut dengan beberpa revisi,” sarannya.
Menurutnya, sebaiknya PPDB Zonasi dihapus, karena setiap tahun menuai masalah, selalu kisruh karena selalu saja ada pihak-pihak yang diduga bermain curang. PPDB zonasi harusnya sudah terjadi pemerataan akses sekolah negeri dengan ketersediaan sekolah negeri yang cukup dan merata. “Banyak calon siswa yang di luar radius sekolah negeri, sehingga calon siswa yang seperti ini jadi korban dan tidak bisa masuk sekolah negeri,” ujar Kepala SMAN 1 Kayangan ini.
Untuk PMM, ia berharap tetap berlanjut, namun konten-konten perlu dikurasi dengan ketat agar tidak terjadi bias dan miskonsepsi. Ia sangat berharap IKM dilanjutkan tetapi direvisi di bagian-bagian tertentu, misalnya Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). “Sementara Untuk PSP dan PPGP, lanjut boleh, dihentikan juga tidak masalah,” sarannya.
Sementara itu, ada juga kebijakan-kebijakan penting yang tidak masuk dalam paket episode merdeka belajar yaitu: Pengelolaan Kinerja melalui PMM dan Transformasi PPG (Pendidikan Guru Penggerak) guru tertentu. Untuk Pengelolaan Kinerja melalui PMM, ia menyarankan agar dibenahi agar mudah sinkronisasi dengan eKIN BKN, yaitu aplikasi pengelolaan kinerja yang dibuat oleh BKN.
“Ini banyak menimbulkan keresahan. Bila tidak bisa diperbaiki, lebih baik hapus saja fitur ini di PMM. Untuk transformasi PPG, harus dilanjutkan karena ini cara akselerasi tujuh kali lebih cepat dari pola lama. Bila menggunakan pola lama membutuhkan 20 tahun baru selesai 1,3 juta guru disertifikasi. Namun dengan pola baru bisa 3 tahun selesai,” jelas Fatkoer.
Di samping itu, ia juga menyarankan agar pemerintah mempertahankan asesmen nasional. Pemerintah juga disarankan agar jangan lagi membangkitkan Ujian Nasional (UN). “Harapan yang paling penting adalah peningkatan kesejahteraan guru terutama guru swasta (yang belum sejahtera) dan guru honorer,” pungkasnya. (ron)