Mataram (Suara NTB) – Sebagai rangkaian acara Dies Natalis ke-21, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Mataram (FKIK Unram) menggelar Webinar Diseminasi Studi Action Against Stunting Hub (AASH) dan Diskusi Akselerasi Kebijakan Penurunan Stunting dengan Pasangan Calon (Paslon) Gubernur NTB, Sabtu, 2 November 2024. Pada acara tersebut, Dr. Umi Fahmida selaku peneliti senior di SEAMEO RECFON dan juga Country Lead dari studi AASH menyampaikan hasil studi tersebut.
Dalam diskusinya, Umi memaparkan hasil studi AASH yang dilakukan di Lombok Timur (Lotim), ditemukan bahwa mayoritas ibu hamil di Lotim terpapar asap rokok. “Hampir 80% merupakan perokok pasif, jadi ibu-ibu hamil ini masih terpapar asap rokok,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, Umi juga menyampaikan tingkat stres pada ibu hamil di Lotim cukup tinggi. “Stres dialami 8 dari 10 ibu hamil, dan 1 dari 4 ibu mengalami depresi, ini menunjukkan pentingnya kesehatan mental pada ibu hamil”, sambung Umi.
Hal ini ditanggapi oleh Dr. Ir. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, M.Pd., sebagai salah satu kandidat calon Gubernur NTB, jika pendampingan psikolog menjadi perlu. ‘’Kkarena seperti tadi disampaikan (bahwa) hasil studi menunjukkan banyak ibu-ibu yang stress, ke depannya kita ikhtiarkan untuk setiap puskesmas ada psikolog,” ujarnya.
Ummi Rohmi mengatakan, membangun kesehatan tidak bisa parsial, harus komprehensif, harus multidispilin, dan harus ada datanya, juga pentingnya sinergi berbagai pihak.
Dalam sesi diskusi tersebut Prof. Dr. dr. Hamsu Kadriyan, Sp.THT-KL(K), M.Kes selaku Guru Besar FKIK Unram bertanya, “Apakah hasil riset AASH akan diadopsi dan diimplementasikan di dalam sistem pemerintahan dan bagaimana implementasinya dalam mengurangi angka stunting di NTB?”
Mantan Wakil Gubernur NTB ini pun mengaku rugi jika hasil penelitian itu tidak dimanfaatkan, karena mengeksekusi sesuatu berdasarkan penelitian yang komprehensif seperti ini diyakini akan tepat sasaran. ‘’Sehingga bisa dipastikan informasi-informasi ini akan saya gunakan,” jawab Rohmi.
Hasil studi AASH menunjukkan terjadi pelonjakan angka stunting pada anak usia MPASI dari 12.2% saat usia 6 bulan menjadi 31.3% pada usia 12 bulan.
Umi juga melihat pentingnya peran ayah dalam pengasuhan anak. Pihaknya menanyakan apakah ada rencana spesifik upaya menguatkan kembali peran ayah dan juga masyarakat bisa menjaga lingkungan yang sehat untuk ibu hamil dan anak-anak dengan peran keluarga yang lebih utuh lagi, khususnya ayah.
Terhadap pertanyaan ini, Ummi Rohmi, menegaskan, jika itu menjadi alasan bagi dirinya menginisiasi adanya posyandu keluarga. D posyandu keluarga, bapak dan ibunya datang ke posyandu, sehingga bisa menjadi media edukasi yang baik. Selain itu, melalui sekolah yang bisa memberikan edukasi ke orang tua, sehingga bapaknya juga bisa teredukasi di situ. ‘’Sangat penting peran ayah untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas,” jawab Rohmi.
Disinggung terkait aspek keamanan pangan yang berkaitan erat dengan kejadian stunting, ungkap Umi Fahmida dalam studi AASH ditemukan 80% ikan yang dikonsumsi terkontaminasi E. coli dan 21% terkontaminasi Salmonella.
Terhadap pertanyaan ini, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang NTB dr. Nurhandini Eka Dewi, Sp.A, M.PH., menilai jika ini cocok dengan gambaran angka kesakitan diare di NTB yang masih menduduki posisi nomor tiga di kalangan balita dan juga menjadi penyebab kematian pada bayi dan balita.
Mantan Kepala Dinas Kesehatan NTB ini menyebut ada masalah dari proses pengolahan dari nelayan sampai di pasar, sampai di dapur rumah tangga. Ini adalah sisi dari pengendalian stunting yang tidak berada di Dinas Kesehatan. “Mungkin kami bisa mendapatkan gambaran tentang rencana pengendalian keamanan pangan berdasarkan data hasil penelitian yang telah disampaikan,” ujarnya.
Terhadap permasalahan ini, Ummi Rohmi menjawab bahwa ini PR besar semua pihak, sehingga harus komprehensif. Mendorong percepatan 5 pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) itu adalah hal yang tepat.(ron)