Selong (Suara NTB) – Provinsi NTB masuk data 10 besar daerah 68,7 persen yang masih melakukan praktik sunat perempuan atau Pemotongan dan Perlukaan Genetalia Perempuan (P2GP). Praktik sunat perempuan ini dilakukan sebagian besar karena alasan budaya.
Demikian diungkapkan Anggota Tim Kesehatan Kelompok Rentan Direktorat Kesehatan Usia Produktif dan Lansia Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Yosnelly, SKM. MKes pada acara Sosialisasi dan Penandatanganan Pencegahan P2GP di Kabupaten Lotim, Selasa, 12 November 2024.
Ditegaskan, pemerintah sudah jelas melarang praktik sunat perempuan. Ke depan diharapkan sunat perempuan tidak boleh dilakukan lagi. Pasalnya, P2GP ini tidak ada indikasi medis. Sunat perempuan jelas melanggar hak azasi manusia (HAM). Larangan tegas sunat perempuan ini karena akan berdampak negatif dan turun menurun. ‘’Sunat perempuan membahayakan,’’ ujarnya.
Data secara global, 68 juta orang beresiko alami P2GP 2015-2030. Harapannya ada edukasi di masyarakat ke depan supaya tidak lagi dilakukan P2GP. Survei 2024, Paling banyak melakukan sunat perempuan itu di perkotaan. Sebagian besar dilakukan oleh bidan.
Dokter Spesialis Kandungan, dr. M. Khoiron Tamami, yang menjadi pemateri pada kesempatan tersebut menguraikan pemotongan pada organ genetalia pada perempuan tidak ada manfaatnya sampai sekarang. “Tidak betul kalau tidak sunat akan menjadi binal,” ucapnya.
Menurut Khoiron, sebaliknya bisa menimbulkan efek traumatik dan psikologis pada perempuan yang disunat. Perempuan yang sunat juga bisa menimbulkan komplikasi psikologis. Akan terjadi nyeri yang hebat karena tindakan dilakukan tidak dengan anestesi atau pembiusan.
Seorang perempuan sunat akan meningkatkan pendarahan pasca salin. Proses melahirkan ini sebagian besar dilakukan secara sesar saat melahirkan. ‘’Jadi, perempuan yang sunat kelas akan merugikan saat proses persalinan,’’ ujarnya.
Sementara itu, TGH Dr. Abdul Aziz Sukarnawadi menyampaikan tidak ada dalil nash baik Al-Qur’an maupun hadist yang menganjurkan sunat perempuan. Tahun 2004, ujanya Mufti Mesir sudah mengharamkan sunat perempuan. Larangan tegas ini karena belum ada penelitian medis. Syariat Islam menjunjung tinggi keselamatan jiwa manusia, sehingga sunat perempuan tidak ada manfaatnya sama sekali.
Kepala DP3AKB Lotim, H. Ahmat menyampaikan sunat perempuan salah satu bentuk kekerasan. Kekerasan pada perempuan sejak balita. WHO menilai sunat perempuan merupakan bentuk penyiksaan. Sunat perempuan juga melanggar hak azasi manusia (HAM).
Data hasil survei DP3AKB Lotim terhadap 1743 responden yang 95,2 persen data perempuan sisanya laki-laki. Hasilnya, 91,9 persen tahu soal sunat atau besuci dalam perempuan dalam istilah Sasak. Sebanyak 88,9 persen perempuan Lotim tidak melakukan sunat perempuan. “Meski tahu tapi tidak melakukan sunat, yakni hanya 11 persen saja yang melakukannya,” urainya.
Sebanyak 85,3 persen melakukan sunat perempuan di fasilitas kesehatan. Sisanya hanya 16 persen dilakukan di luar media. Berdasarkan data ini, Kadis DP3AKB Lotim ini takin bisa dicegah di Lotim. “Saya optimis bisa nihilkan di Lotim, karena sedikit yang masih mempertahankan karena alasan jaga tradisi,” sebutnya. (rus)