Mataram (Suara NTB) – Penanganan ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) dan Anjal (anak jalanan) di Kota Mataram kembali menjadi sorotan Komisi IV DPRD Kota Mataram dalam rapat bersama Dinas Sosial Kota Mataram, Rabu, 13 November 2024. Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Mataram, Nyayu Ernawati, S.Sos., mengungkapkan keprihatinannya terkait penanganan ODGJ yang dinilai masih kurang optimal.
Dalam raker tersebut, Nyayu mengungkapkan pengalamannya dalam melakukan studi tiru ke Bali, di mana penanganan terhadap ODGJ di Kota Denpasar dinilai lebih manusiawi dan efektif. ‘’Di Bali, ODGJ tidak hanya mendapatkan perawatan medis, tetapi juga pelatihan keterampilan, seperti membuat dupa, yang dapat membantu mereka menghasilkan uang dan berdaya secara ekonomi,’’ ungkapnya. Bahkan, beberapa ODGJ di Bali berhasil sembuh dan diterima menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil).
Selain ODGJ, permasalahan Anjal juga perlu menjadi perhatian serius. Menurut politisi PDIP ini, banyak Anjal di Mataram yang diperdaya oleh oknum tertentu. Sehingga mereka terpaksa bekerja di jalanan dalam kondisi rentan terhadap kekerasan dan eksploitasi. Untuk itu, lanjut Nyayu perlu adanya kerjasama lebih intensif antara Dinas Sosial, Satpol PP, dan kepolisian untuk menertibkan keberadaan Anjal yang dapat merugikan masa depan mereka. Ia juga mengingatkan pentingnya perlindungan terhadap anak-anak yang terlibat dalam eksploitasi, yang bisa dikenakan hukum perlindungan anak.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Sosial Kota Mataram, Drs. Lalu Samsul Adnan menyampaikan, pemerintah bersama berbagai instansi terkait, termasuk Dinas Kesehatan, puskesmas, dan Satpol PP, terus memperkuat tim penanganan ODGJ. Upaya ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan ODGJ di masyarakat, khususnya bagi mereka yang ditemukan di jalan.
Dikatakan Samsul, dalam penanganan ODGJ, penting dilakukan pemeriksaan awal di puskesmas untuk menentukan tingkat gangguan jiwa pasien. Hal ini penting mengingat rumah sakit jiwa, seperti Mutiara Sukma di Selagalas, tidak menerima pasien tanpa pemeriksaan fisik terlebih dahulu. Sebelumnya, ada kasus di mana pasien dengan demam dibawa ke rumah sakit jiwa, namun tidak diterima karena tidak sesuai dengan prosedur.
Tim penanganan ODGJ juga berfokus pada pendekatan kepada keluarga pasien. Sebab, keberhasilan dalam merawat pasien ODGJ sangat bergantung pada dukungan keluarga. Dalam beberapa kasus, pendekatan keluarga berhasil menanggulangi pasien yang sering terlihat berada di jalanan, meskipun tidak jarang pendekatan ini menemui kesulitan.
Selain itu, lanjut Samsul, edukasi kepada keluarga pasien menjadi bagian penting dari upaya penanganan. Pemerintah bekerja sama dengan rumah sakit jiwa dan pihak terkait lainnya untuk memberikan pelatihan tentang cara merawat ODGJ. Hal ini diharapkan dapat mengurangi jumlah pasien yang dibiarkan di jalan dan meningkatkan kualitas perawatan mereka di rumah.
Tak hanya ODGJ, tim juga menangani kasus Anjal yang terlibat dalam aktivitas di jalan. Melalui kerja sama dengan Dinas Perlindungan Anak dan LPA (Lembaga Perlindungan Anak), pihak berwenang melakukan asesmen dan pendekatan ke keluarga anak tersebut. Dalam beberapa kasus, anak-anak ini kemudian dirujuk ke panti anak untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Pemerintah juga berkomitmen untuk menangani praktik eksploitasi anak jalanan yang melibatkan pihak tertentu. Jika ditemukan indikasi eksploitasi, kata Syamsul, pihak berwenang akan menindaklanjutinya dengan proses hukum sesuai perjanjian yang telah disepakati.
Dengan upaya kolaboratif ini, diharapkan kasus ODGJ dan Anjal dapat dikurangi, dan keluarga serta masyarakat lebih paham tentang cara menangani masalah kesehatan jiwa dengan lebih bijaksana. (fit)