Mataram (Suara NTB) – Balai Bahasa NTB menggelar Peningkatan Apresiasi Sastra bagi Sastrawan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB): Karya Bersama Antologi Puisi dan Antologi Cerpen Tahun 2024 dilaksanakan di Hotel Lombok Raya, Mataram, Sabtu, 16 November 2024.
Kegiatan ini dihadiri sebanyak 60 peserta. Peserta terdiri atas sastrawan di Provinsi NTB. Kegiatan ini juga dihadiri sastrawan dari Pulau Sumbawa secara daring. Dalam rangka mengapresiasi karya sastra yang dihasilkan, seluruh peserta nantinya akan menghasilkan karya berupa puisi dan cerita pendek.
Menurut laporan koordinator kegiatan, Rondiyah, pelaksanaan apresiasi sastra ini untuk membuat sastrawan di NTB memiliki kesempatan berkumpul dan bertukar pikiran.
“Kami berharap kegiatan ini menjadi wadah silaturahmi antarsastrawan dan pemantik untuk berkarya sehingga muncul kolaborasi-kolaborasi untuk melestarikan sastra di NTB,” kata Rondiyah saat menyampaikan laporan.
Kepala Balai Bahasa Provinsi NTB, Puji Retno Hardiningtyas menyampaikan betapa NTB akhir-akhir ini dipenuhi oleh sastrawan yang memiliki potensi pengembangan di tingkat nasional. “Yang mungkin tidak banyak diketahui oleh masyarakat, bahwa ada sastrawan asal Sumbawa yang telah memperoleh penghargaan berupa bantuan pemerintah dari Kemendikbudristek, yaitu Dinullah Rayes. Prestasi semacam ini seharusnya juga dapat diperoleh oleh sastrawan lain di Nusa Tenggara Barat yang produktif menghasilkan karya,” ujarnya.
Selepas pembukaan dilakukan, materi oleh narasumber, yakni Aan Mansyur, disampaikan. Materi berkenaan dengan “Menelisik Kepengarangan Cerpen” dan “Menelisik Kepengarangan Puisi”. Ia membuka dengan memaparkan pandangannya terhadap bahasa. Aan mengatakan bahasa memiliki daya yang kuat dalam membentuk dunianya.
Selanjutnya, ia menjabarkan pengalamannya dengan buku, alam, dan manusia yang banyak memberi inspirasi dan membentuk jalan pikirannya dalam menciptakan cerita dan puisi. Bagi Aan, faktor lingkunganlah yang membuat karyanya tumbuh seperti saat ini.
“Penutur bahasa Bugis memang mau tidak mau terdengar puitis. Ini karena banyak kosakata yang tidak eksis dalam bahasa Bugis, sehingga butuh perumpamaan untuk menjelaskannya,” tuturnya. Ia mencontohkan kata mustahil yang tidak terdapat padanannya dalam bahasa Bugis sehingga ia menggunakan istilah memanjat hujan untuk menggantikannya.
Ia menjelaskan secara alamiah, diriya tumbuh dalam kehidupan yang sunyi. Ia lebih banyak membaca dan menulis untuk mengomunikasikan apa yang ingin ia sampaikan. “Membaca dan menulis adalah teknologi yang menavigasi hidupku karena itu membuatku terhubung dengan manusia lain,” katannya. Bagi Aan, itulah hal yang membuat karyanya terdengar organik. Bahkan, untuk mengomunikasikan keinginannya akan sesuatu hal kepada sang ibu, Aan juga melakukannya dengan berkirim surat kepada ibunya meskipun mereka tinggal di bawah atap yang sama.
Diskusi kali ini tidak hanya satu arah. Sesi diskusi dibuka untuk membiarkan peserta mengonfirmasi berbagai hal yang terkait dengan puisi dan prosa, termasuk konsultasi puisi dan cerita pendek peserta. Sastrawan dari berbagai komunitas, seperti Komunitas Rabu Langit, Akarpohon, dan Kamis Seni, satu per satu menanyakan hal-hal yang mengganjal dalam dunia kepenulisan puisi dan prosa. Kegiatan ini nantinya akan menghasilkan antologi puisi dan antologi cerpen bersama karya peserta.
Selain Aan Mansyur, hadir pula narasumber khusus penyuntingan puisi dan cerita pendek, yaitu Kiki Sulistyo dan Sindu Putra, dua narasumber asal NTB penyabet penghargaan Kusala Sastra. Kegiatan ini juga dimeriahkan oleh penampilan Tim Musikalisasi Puisi SMAN 5 Mataram, Pemenang III Festival Musikalisasi Puisi Nasional Tahun 2023. (ron)