Mataram (Suara NTB) – Program Internasionalisasi Bahasa Indonesia menjadi salah satu program strategis yang dilaksanakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Melalui Balai Bahasa Provinsi NTB, program tersebut diturunkan ke dalam berbagai program yang menyasar peningkatan penggunaan bahasa Indonesia di kalangan penutur asing. Bentuk kegiatan diimplementasikan ke dalam penyusunan modul dan bahan ajar sebagai salah satu upaya pengembangan produk Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA).
Untuk itu, Balai Bahasa NTB menyelenggarakan kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) Penyusunan Modul dan Bahan Ajar BIPA Bermuatan Lokal, pada Kamis, 21 November 2024. Kegiatan yang dilaksanakan di Aula Cilinaya, Balai Bahasa NTB tersebut menghadirkan empat narasumber utama yang fokus membahas pengajaran BIPA, baik melalui luring maupun daring.
Keempat narasumber tersebut, yaitu Kepala Balai Bahasa NTB, Puji Retno Hardiningtyas dengan materi “Kebijakan BIPA Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa”; dari Universitas Mahasaraswati Denpasar, I Gusti Agung Sri Rwa Jayantini; Atase Kebudayaan Indonesia untuk Timor Leste, Trio Hermawan; dan dari Mataram Lingua Franca Institute, Ni Putu Ari Pirgayanti dengan materi “Pembahasan Draf Modul dan Bahan Ajar BIPA Bermuatan Lokal”.
Ketua Panitia, Lale Li Datil, menjelaskan, penyusunan modul dan bahan ajar BIPA ini difokuskan pada level 1 dan 2. Adapun tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk penguatan pembahasan draf modul dan bahan ajar BIPA bermuatan lokal Sasak, Samawa, dan Mbojo yang telah disusun oleh tim penulis dari Balai Bahasa NTB.
“Harapannya, kegiatan ini dapat memantik saran dan masukan yang dapat meningkatkan kompetensi semua pihak yang terlibat dalam proses penyusunan ini. Selain itu, kami berharap juga bahwa kegiatan ini dapat menghasilkan modul dan bahan ajar BIPA yang memenuhi standar kualitas produk Balai Bahasa NTB,” ujar Lale Li Datil.
Kualitas produk modul dan bahan ajar BIPA juga menjadi fokus yang disampaikan oleh Kepala Balai Bahasa NTB, Puji Retno Hardiningtyas.
Menurutnya, produk pengajaran BIPA tidak hanya didasarkan pada indikator kelengkapan bahan ajar, tetapi juga indikator kualitas bahan ajar harus menjadi perhatian bersama. “Materi yang terdapat pada modul dan bahan ajar harus dipastikan kualitasnya. Tentunya, hal ini melalui serangkaian verifikasi dan validasi data sesuai dengan perjenjangan level yang ditentukan bagi pemelajar BIPA. Balai Bahasa NTB telah memastikan upaya penjagaan kualitas produk dengan melibatkan unsur-unsur pengajar, pegiat, dan pemelajar BIPA dalam kegiatan ini,” tutur Puji Retno.
Diakuinya, kebijakan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa terkait Standar Kompetensi Pengajar BIPA Berbasis SKKNI Pengajar BIPA. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang dikenal juga dengan Badan Bahasa telah memulai perjalanan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi Sidang Umum UNESCO. Secara resmi, penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa dalam sidang UNESCO ditetapkan pada tanggal 20 November 2023. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa yang diakui oleh dunia internasional.
Untuk menetapkan standar baku penerjemahan, Badan Bahasa juga telah menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Pengajar BIPA. Hal ini mendorong kesetaraan kualitas yang terjamin dalam pengajaran BIPA. Sebanyak 25 peserta yang terdiri atas pengajar BIPA, pegiat bahasa, dan pegawai Balai Bahasa NTB mengikuti kegiatan ini. Balai Bahasa Provinsi NTB akan menerbitkan 6 bahan ajar BIPA bagi pemelajar BIPA Level BIPA 1 dan BIPA 2, serta modul bagi pengajar BIPA Level BIPA 1 dan BIPA 2.
Para narasumber yang terkini aktif memastikan diskusi bersama para peserta untuk mendapatkan bahan dan masukan berkualitas untuk modul dan bahan ajar. I Gusti Agung Sri Rwa Jayantini menegaskan bahan ajar BIPA didasarkan pada kebutuhan dasar dan prinsip pengajaran. Kedua poin ini penting untuk mengolaborasikan modul dan bahan ajar BIPA yang selaras dengan kondisi di lapangan. Tidak hanya itu, penyesuaian jenjang juga memerlukan verifikasi data lapangan dan kualitas bahan modul serta bahan ajar BIPA sehingga masyarakat sebagai target penerima manfaat dapat merasakan dampak pengajaran yang positif.
Trio Hermawan juga ikut menambahkan penyusunan modul dan bahan ajar BIPA diselaraskan dengan kebutuhan para pengajar dan pemblajar BIPA. Ia berbagi praktik baik pengajaran BIPA di Timor Leste yang digalakkan oleh Atase Kebudayaan Indonesia bekerja sama dengan Pusat Penguatan dan Pemberdayaan Bahasa.
Berdasarkan penuturannya, para pengajar BIPA di Dili tidak hanya berasal dari pengajar Indonesia saja, tetapi juga pengajar BIPA berasal dari Timor Leste yang telah melalui seleksi oleh Atase Kebudayaan Indonesia. Ni Luh Sri Pirgayanti yang hadir secara tatap muka melakukan diskusi aktif bersama dengan para peserta. Berbagai masukan dan saran telah diterima dan menjadi bahan pemetaan untuk penyempurnaan modul dan bahan ajar BIPA bermuatan lokal. (ron)