Oleh:Â Abdul Ali Mutammima Amar Alhaq, S.Sos
(Politisi Muda Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
       Kontestasi politik di Indonesia selalu penuh dengan kejutan. Konon kata sebagian orang politics is art of possible (politik itu seni berbagai kemungkinan). Pada Konteks Pilgub NTB 2018, kita tentu masih ingat Zulkieflimansyah (Bang Zul) dan Suhaili FT (Abah Uhel) berada pada sisi yang bersebrangan. Pada saat itu Bang Zul berpasangan dengan Ummi Rohmi dan Abah Uhel berpasangan dengan Pak Amin. Hasil akhir menunjukkan Bang Zul-Ummi Rohmi berhasil memenangkan Pilgub NTB 2018 dengan raihan suara sekitar 811.945, sementara Abah Uhel-Pak Amin meraup suara 674.602.
               Namun, seperti roda yang terus berputar, cerita politik di NTB berubah arah. Kini Bang Zul dan Abah Uhel bersatu, bergandengan tangan tampil sebagai satu kesatuan di Pilgub NTB 2024. Lantas apa yang mengubah cerita keduanya? Dan, yang lebih penting apa yang bisa kita pelajari dari langkah berani dan besar ini?
Dari Rivalitas ke Rekonsiliasi
               Dalam politik, persaingan merupakan suatu hal yang wajar. Namun, keberanian untuk meleburkan perbedaan demi tujuan yang lebih besar adalah tanda dari kepemimpinan sejati. Bersatunya Bang Zul dan Abah Uhel menujukkan bahwa keduanya menempatkan kepentingan masyarakat di atas ego kepentingan pribadi dan kelompok. Rivalitas yang terjadi 5 tahun silam dapat dilihat sebagai bagian dari dinamika sosial politik yang wajar, sedangkan kolaborasi saat ini adalah strategi untuk menjawab kebutuhan masyarakat NTB.
               Kolaborasi Bang Zul dan Abah Uhel juga merupakan menyatunya dua spektrum sosial yang berbeda. Bang Zul dengan pendekatan modernnya, selalu relevan dengan generasi muda. Kepemimpinannya yang bersahaja telah mendobrak streotip bahwa pemimpin harus hidup dalam kemewahan. Di sisi lain, Abah Uhel representasi dari tradisi dan nilai religius yang masih sangat kuat di tengah kehidupan masyarakat. Dengan pengalamannya memimpin Lombok Tengah 2 periode, Abah Uhel dikenal sebagai figur yang dekat dengan komunitas akar rumput, memiliki kemampuan membangun solidaritas berbasis kearifan lokal dan kemampuannya melakukan pendekatan dengan pemerintah pusat menjadi wujud nyata dari sosok Abah Uhel.
               Kombinasi Bang Zul dan Abah Uhel menghadirkan harapan baru bagi NTB: kepemimpinan yang tidak hanya berfokus pada pembangunan infrastruktur, tetapi juga membentuk sumber daya manusia yang tangguh dan kompetitif. Serta kepemimpinan yang mampu memperkuat hubungan sosial dan budaya masyarakat.
Sinergi Dua Gaya Kepemimpinan
               Bang Zul dan Abah Uhel membawa dua gaya kepemimpinan yang saling melengkapi. Bang Zul dikenal dengan ide-idenya yang visioner dan progresif. Sementara itu, Abah Uhel, dengan pendekatan tradisional dan akar kuat di masyarakat pedesaan menawarkan stabilitas dan kepercayaan yang tinggi.
               Kolaborasi Bang Zul dan Abah Uhel kemudian mengingatkan penulis pada konsep solidaritas sosial dalam teori sosiologi. Emile Durkheim berpandangan bahwa solidaritas sosial merupakan sesuatu yang sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial bermasyarakat maupun kelompok-kelompok sosial. Sebab pada dasarnya, setiap manusia memerlukan solidaritas antar satu kelompok maupun dengan kelompok lainnya.
Menjemput Kemenangan di Pilkada 2024
               Penulis berpandangan bahwa bagi masyarakat NTB, kolaborasi Zul-Uhel bukan sekadar aliansi politik, melainkan sebuah harapan. Harapan bahwa politik bisa menjadi sebuah alat untuk memperkuat solidaritas sosial, bukan justru menciptakan perpecahan. Rekonsiliasi yang keduanya wujudkan mengajarkan bahwa rivalitas tidak harus berakhir dengan permusuhan, tetapi dapat menjadi sebuah jembatan menuju kerjasama yang lebih besar.
               Kolaborasi mereka adalah manifestasi solidaritas sosial yang relevan dengan konsep Emile Durkheim. Solidaritas sosial, menurut Durkheim, adalah kunci untuk menjaga kohesi di masyarakat. Dengan bersatunya dua tokoh besar ini, penulis berpandangan bahwa masyarakat NTB dapat lebih mudah meninggalkan polarisasi akibat kontestasi politik sebelumnya.
Politik Sebagai Rekonsiliasi Sosial
               Kolaborasi Bang Zul-Abah Uhel menjadi salah satu bentuk dari solidaritas politik yang dapat mempengaruhi stabilitas sosial masyarakat. Dengan bersatunya dua tokoh besar ini harapannya adalah masyarakat dapat lebih mudah menjaga serta meninggalkan perpecahan yang sering kali terjadi karna kontestasi politik. Keputusan bersatunya dua tokoh ini juga bisa menjadi pembelajaran bagi masyarakat bahwa politik tidak seharusnya menjadi sebuah panggung yang merusak keharmonisan kehidupan sosial. Sebaliknya, politik bisa menjadi sarana memperkuat solidaritas melalui pendekatan yang lebih inklusif dan berbasis rekonsiliasi.
Politisi yang Dekat dengan Generasi Muda
               Penulis melihat bahwa bagi pemilih pemula, pasangan ini bisa menjadi sebuah pilihan dalam kontentasi Pilgub NTB kali ini. Bang Zul adalah figur yang sangat dekat dengan anak muda melalui pendekatan modern dan kebijakan progresifnya. Sementara itu Abah Uhel, menawarkan pengalaman dan kearifan yang menjadi pelengkap sempurna.
               Pasangan Bang Zul dan Abah Uhel mengajarkan bahwa keberanian untuk berdamai dan bekerja sama adalah kekuatan sejati dalam panggung politik. Dalam Iklim politik Indonesia yang seringkali diwarnai dengan konflik, Zul-Uhel menciptakan ruang dialog dan harmoni yang sangat dibutuhkan oleh semua lapisan dan golongan masyarakat.
               Cerita Bang Zul dan Abah Uhel merupakan peristiwa politik yang begitu penting sehingga dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Politik, pada akhirnya, bukan tentang siapa yang menang atau kalah, tetapi tentang bagaimana membangun masyarakat yang lebih baik. Dengan rekonsiliasi ini, menunjukkan bahwa perbedaan di masa lalu bukan menjadi penghalang untuk kita bersatu demi mewujudkan tujuan bersama.
               Langkah Bang Zul dan Abah Uhel juga menjadi pengingat bahwa politik bisa menjadi sarana memperkuat solidaritas sosial dengan kebijakan yang inklusif dan berbasi rekonsiliasi. Bang Zul dan Abah Uhel tidak hanya menjemput takdir kemenangan, tetapi juga sebuah langkah melanjutkan ikhtiar NTB Gemilang. TGH Zainul Majdi akrab disapa TGB mengatakan “Pemimpin itu itu butuh 2 periode, untuk bisa menuntaskan apa-apa yang dia siapkan dan itu kembali kepada kemaslahatan masyarakat. Walau wakil yang berubah, tetapi kesinambungan itu tetap bisa berjalan. Karena faktanya dan legalnya Gubernur adalah pemegang kendali pembangunan di daerah.
                Pada akhirnya keberhasilan Bang Zul dan Abah Uhel memenangkan Pilgub NTB tidak saja bergantung pada strategi politik, tetapi juga pada kemampuan keduanya menjawab kebutuhan masyarakat. Penulis melihat bahwa dengan visi yang jelas dan kepemimpinan yang inklusif, penulis menaruh harapan besar pasangan ini mampu melanjutkan ikhtiar NTB Gemilang. Mari kita dukung langkah Bang Zul dan Abah Uhel untuk NTB yang lebih baik dan lebih gemilang.