Mataram (Suara NTB) – Ketua Komisi I Bidang Politik, Hukum, dan Pemerintahan DPRD NTB, Muhammad Akri, menyatakan bahwa pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah pusat untuk memutuskan mengenai wacana pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dilakukan melalui DPRD.
Akri menjelaskan bahwa DPRD NTB tidak terfokus pada persoalan setuju atau tidak setuju, namun lebih memilih menyerahkan keputusan tersebut kepada pemerintah pusat dan DPR RI. Dia meyakini bahwa pemerintah pusat dan DPR RI akan membuat keputusan yang terbaik dengan mempertimbangkan berbagai aspek.
“Pemilihan secara langsung dan melalui DPRD sudah pernah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan pengalaman itu, saya kira pemerintah dan DPR akan mengkajinya dengan baik untuk mengambil keputusan yang terbaik,” ujar Akri.
Menurutnya, baik pemilihan kepala daerah secara langsung maupun melalui DPRD memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun, dia mengakui bahwa pemilihan langsung mengakibatkan tingginya biaya politik. Selain itu, praktik politik uang juga sering kali merajalela.
“Selain biaya politik yang tinggi, pilkada langsung juga dapat menciptakan polarisasi atau perpecahan di tingkat masyarakat. Meskipun di NTB sendiri, kami bersyukur tidak ada konflik yang terjadi akibat perbedaan pilihan dalam Pilkada,” ungkapnya.
Akri menambahkan bahwa hasil dari pilkada yang dilakukan secara langsung sering kali tidak memenuhi harapan, dengan kualitas kepala daerah terpilih yang jauh dari yang diinginkan. Biaya penyelenggaraan pilkada yang mencapai ratusan miliar rupiah tidak sebanding dengan kualitas kepala daerah terpilih.
“Kita bisa melihat di berbagai daerah, banyak kepala daerah terpilih yang akhirnya terjerat masalah hukum. Banyak dari mereka terjebak dalam kasus korupsi akibat tingginya biaya politik yang dikeluarkan selama pilkada,” jelas Akri.
Oleh karena itu, menurut Sekretaris DPW PPP NTB ini, apabila kepala daerah dipilih kembali oleh DPRD, maka biaya politik yang tinggi dapat dihindari. Praktik politik transaksional yang sering kali meresahkan masyarakat juga bisa diminimalisir.
Selain itu, anggaran untuk penyelenggaraan pilkada yang mencapai ratusan miliar rupiah, seperti yang terjadi di NTB, dapat dialokasikan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan keperluan lainnya.
“Jika biaya pilkada ini dialihkan untuk perbaikan sekolah atau bantuan modal untuk UMKM, misalnya, dengan anggaran tersebut, ratusan sekolah bisa diperbaiki dan ratusan UMKM bisa mendapat dukungan,” pungkasnya. (ndi)