Mataram (Suara NTB) – Ekspor Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tahun 2024 diproyeksikan mengalami penurunan sebesar 13 persen. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan pengiriman sejumlah komoditas unggulan ke luar negeri.
Kepala Dinas Perdagangan NTB, Baiq Nelly Yuniarti, menjelaskan bahwa penurunan ekspor NTB dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berdampak pada berbagai komoditas unggulan daerah.
Salah satunya adalah jagung, yang mengalami penurunan ekspor karena tingginya permintaan di pasar domestik. Hal ini mencerminkan upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas pasokan pangan dalam negeri. “Kemungkinan besar, jagung lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan nasional, sehingga tidak dapat diekspor,” ungkap Baiq Nelly.
Selain itu, kopi NTB, yang dikenal dengan kualitasnya, juga mengalami penurunan ekspor. Menurut Baiq Nelly, tingginya harga kopi di pasar domestik menjadi salah satu faktor utama. Dengan harga yang kompetitif dan permintaan yang tinggi, kopi NTB lebih banyak terserap di pasar lokal ketimbang diekspor ke pasar internasional. “Permintaan kopi di dalam negeri sangat tinggi, sehingga produk kopi NTB masih beredar di pasar lokal,” jelasnya.
Rumput laut NTB menghadapi tantangan yang berbeda. Harga rumput laut di pasar internasional mengalami penurunan, sehingga perlu ada upaya khusus untuk mempertahankan daya saingnya. Kendala utama, menurut Baiq Nelly, bukan pada produksi, melainkan pada mekanisme pengiriman. Meskipun produk rumput laut berasal dari NTB, pengirimannya sering dilakukan oleh mitra di Jawa Timur, seperti Surabaya, yang menyebabkan SK ekspor tercatat atas nama Jawa Timur, bukan NTB. “Rumput laut kita tetap keluar, tetapi pengirimannya dilakukan oleh rekanan di Jawa Timur. Akibatnya, SK ekspor tercatat sebagai milik Jawa Timur, bukan NTB,” jelas Baiq Nelly.
Selain itu, ekspor hasil tambang dari PT Amman Mineral Nusa Tenggara yang beroperasi di Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat, juga mengalami penurunan. Menurut Baiq Nelly, penurunan ekspor ini salah satunya disebabkan oleh fokus perusahaan pada operasional smelter (pabrik pemurnian hasil tambang). “Selama ini, ekspor tambang mendominasi, dan penurunannya berpengaruh pada neraca perdagangan kita. Namun, ketika smelter beroperasi penuh, dampaknya akan lebih besar bagi daerah, baik dari segi pajak maupun usaha terkait lainnya,” jelas Baiq Nelly.
Ekspor mutiara yang selama ini diekspor langsung juga mengalami perubahan, dengan beberapa produk kini dikirim terlebih dahulu ke Surabaya sebelum diekspor ke luar negeri.
Penurunan ekspor ini memberikan dampak signifikan terhadap pendapatan daerah dan posisi NTB dalam peta perdagangan internasional. Namun, Baiq Nelly menegaskan bahwa langkah-langkah strategis sedang dipersiapkan untuk mengatasi tantangan tersebut.
Meski demikian, Baiq Nelly tetap optimis terhadap masa depan ekspor NTB, mengingat sumber daya alam yang melimpah dan bernilai tinggi. “Kami percaya bahwa dengan kerja sama yang baik antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, ekspor NTB akan kembali meningkat dan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian daerah,” tutupnya. (bul)