Oleh: Amilan Hatta
(Direktur Eksekutif Lembaga Analisis dan Kajian Kebudayaan Daerah (LINKKAR))
Dara Aqila, demikian nama siswa kelas VIII sebuah SMP Negeri di Jakarta Pusat, suatu hari pulang agak telat dari biasanya. Ia minta dijemput oleh ayahnya sampai pada pukul 22.00 waktu Jakarta. Dalam perjalanan pulang ayahnya bertanya apa yang membuat pulang sekolah hingga larut malam, jawabannya lugas dan masuk akal karena persiapan kegiatan OSIS, jadi banyak agenda rapat-rapat dan persiapan tempat dan sebagainya.
Sekilas kita melihat cerita singkat tersebut biasa-biasa saja, bahkan cenderung positif karena OSIS; Organisasi Siswa Intra Sekolah, juga memiliki peran penting dalam melatih dan mengasah kemampuan bakat dan minat siswa di luar pendidikan formal berbasis kurikulum di kelas. Yang menjadi soal karena jam belajar yang begitu full seharian, baik intra maupun ekstrakurikuler dan membuat Aqila sang aktivis OSIS harus pulang hingga malam dan menyita waktu istirahatnya.
Di sebagian aktivis, terutama aktivis pelajar dan mahasiswa sangat identik dengan aktivitas penuh waktu yang dilakukan sampai larut malam atau yang lebih familiar disebut dengan istilah begadang. Istilah aktivis dalam tulisan ini merujuk pada definisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), aktivis adalah orang yang aktif mendorong pelaksanaan kegiatan dalam organisasi. Aktivis juga bisa diartikan sebagai orang yang menggerakkan demonstrasi.
Penulis, kalau boleh men-declare cukup lama menjadi bagian dari fenomena tersebut di atas. Sejak SMP hingga SMA aktif di OSIS, Ketika mahasiswa juga aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebuah kampus di NTB, hingga berlanjut di Presidium GMNI di Jakarta pada 2013-2015. Hampir di semua organisasi tersebut tidak ada bedanya dalam konteks kebiasaan anak-anak muda yang suka begadang larut malam meski dalam kemasan kegiatan positif, misalnya diskusi hingga larut malam yang ditemani kopi dan kepulan asap rokok.
Memang sebagian besar dunia pelajar dan mahasiswa kita memiliki kebiasaan ini, yaitu kebiasan untuk melakukan aktivitas higga larut malam. Bagi pelajar dan mahasiswa non aktivis pun, setidaknya untuk mengerjakan tugas akademik sampai larut malam bahkan sampai subuh. Begadang menjadi makanan sehari-hari mereka. Beralasan mengerjakan tugas, hal ini menjadi wajar, namun apakah memang benar mengerjakan tugas tersebut sampai mengorbankan waktu istirahat?
Lalu gambaran apa yang muncul di benak kita setiap mendengar dunia aktivisme pelajar dan mahasiswa yang identik begadang tengah malam bila dikaitkan dengan potensi ancaman kesehatan fisik dan mental mereka sebegai generasi muda bangsa?
Menurut KBBI begadang adalah berjaga tidak tidur sampai larut malam. Begadang adalah aktivitas tidur larut malam karena sesuatu hal. Begadang sekali dua kali terkadang tidak menimbulkan efek buruk, namun begadang secara rutin atau bahkan setiap hari dapat menimbulkan efek buruk bagi kesehatan tubuh.
Kebiasaan tidur larut malam ini memang sangat membahayakan bagi kesehatan anak-anak kita. Mengutip Kumparan, 1 Mei 2022 dalam artikel mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Rizki Ahmad Fauzan, bahwa ciri-ciri orang yang suka tidur larut malam adalah diantaranya ; nafsu makan berkurang, pubertas terlambat, tubuh mudah terserang penyakit, ada kantung di bawah mata.
Senada dengan Kumparan, dalam laman Siloam Hospital juga menyebutkan, jika sering dilakukan, begadang tentu berisiko menimbulkan berbagai macam masalah kesehatan. Beberapa efek akibat sering begadang yang kerap kali dialami yaitu peningkatan berat badan, stres, penurunan konsentrasi, dan lain sebagainya.
Mengingat kebiasaan pola hidup begadang di usia muda memiliki banyak efek berbahaya pada pertumbuhan anak itu sendiri, karenanya pemerintah mencoba menyikapi hal ini dengan upaya untuk menciptakan generasi Indonesia emas tahun 2045 dengan menginisiasi sebuah program yang dinamakan sebagai gerakan ‘7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat’. Apa itu 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat?
Mengacu dari Siaran Pers Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor: 657/sipers/A6/XII/2024, dijelaskan bahwa pemerintah secara resmi meluncurkan gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat. Gerakan ini secara resmi sudah diperkenalkan pada Jumat (27/12/2024) lalu.
Melalui gerakan ini, pemerintah berupaya untuk mewujudkan generasi emas Indonesia di tahun 2045. Inilah kemudian yang membuat 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat perlu untuk dipahami oleh masyarakat secara umum dan semestinya harus diperkenalkan secara luas ke Lembaga-lembaga pendidikan.
Peluncuran Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat menjadi tonggak penting dalam upaya menciptakan generasi emas Indonesia menuju tahun 2045. Gerakan ini berfokus pada tujuh kebiasaan utama yang diharapkan dapat diinternalisasi oleh anak-anak sejak dini, yaitu Bangun Pagi, Beribadah, Berolahraga, Makan Sehat dan Bergizi, Gemar Belajar, Bermasyarakat, dan Tidur Cepat.
Kebiasaan ke-7 (Tidur Cepat) inilah yang menjadi penekanan dari tulisan ini. Penulis meginginkan agar terbangun kesadaran kolektif dari para aktivis pelajar dan mahasiswa untuk tetap menjaga keseimbangan waktu istirahat dengan padatnya aktivitas yang dilakukan di sekolah dan kampus setiap hari.
Sehingga melalui implementasi kebiasaan-kebiasaan ini, kita dapat memastikan anak-anak Indonesia tidak hanya unggul dalam aspek akademis, tetapi juga memiliki kepribadian yang kuat, kepedulian sosial, serta tanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya.
Masih menurut siaran pers di atas, Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat merupakan wujud nyata dari komitmen Kemendikdasmen dalam mengembangkan sistem pendidikan nasional yang berorientasi pada penguatan karakter bangsa. Dengan menanamkan delapan karakter utama bangsa—religius, bermoral, sehat, cerdas, kreatif, kerja keras, disiplin, mandiri, dan bermanfaat—Kemendikdasmen percaya bahwa pembangunan SDM berkualitas harus dimulai dari penanaman nilai-nilai luhur pada anak-anak sejak dini.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, dalam sambutannya menyampaikan bahwa pendidikan tidak hanya tentang memberikan pengetahuan, tetapi juga membangun karakter. “Dengan menanamkan tujuh kebiasaan ini, kami berharap dapat membentuk anak-anak Indonesia menjadi pribadi yang cerdas secara intelektual, sosial, dan spiritual,” ujarnya.
Lebih lanjut, Menteri Mu’ti menjelaskan peran penting para pemangku kepentingan dalam mendukung gerakan ini. “Kami ingin menghidupkan kembali nilai-nilai tradisional Indonesia yang positif, seperti bermain bersama teman sebaya, mengurangi ketergantungan pada gawai, dan membangun kebiasaan bangun pagi untuk memulai hari dengan produktif. Ini adalah tanggung jawab kita bersama—keluarga, sekolah, masyarakat, dan media. Bahkan, kami mengundang tokoh-tokoh agama untuk berperan aktif dalam membimbing generasi muda kita.”
Semoga anak-anak didik kita generasi muda yang sekaligus diharapkan menjadi generasi emas 2045, semakin lebih terjaga kesehatan fisik dan mentalnya dengan mengurangi kebiasaan tidur larut malam. (*)