Mataram (Suara NTB) – Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menelusuri dugaan korupsi terkait dengan penerbitan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif sejumlah anggota DPRD Kabupaten Lombok Utara.
Pelaksana Tugas (Plt.) Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Ely Rahmawati di Mataram, Kamis, mengatakan bahwa pihaknya melakukan penelusuran berdasarkan adanya laporan aduan dari kelompok masyarakat.
“Memang laporannya baru kami terima, dan kami atensi ini, serius dengan ini,” kata Ely.
Dalam penanganan laporan tersebut, Kejati NTB menerima informasi dari pihak pelapor bahwa dugaan SPPD fiktif ini muncul pada periode 2019—2024.
“Informasi dari pelapornya ini bukan semua (anggota DPRD), melainkan hanya sejumlah oknum,” ujarnya.
Dengan adanya laporan ini, Ely mengatakan bahwa pihaknya mengetahui Kejari Mataram juga pernah menangani kasus dugaan SPPD fiktif tersebut.
“Makanya, nanti akan kami koordinasi terlebih dahulu dengan Kejari Mataram karena memang setahu kami kejari pernah tangani kasus yang sama,” ucap dia.
Kejari Mataram tercatat menangani kasus SPPD fiktif anggota DPRD Kabupaten Lombok Utara pada medio 2022. Penanganan kasus tersebut berjalan di Bidang Pidana Khusus Kejari Mataram dengan status penyelidikan.
Dalam kasus yang ditangani Kejari Mataram tersebut, tercatat 30 anggota legislatif dan tujuh pegawai sekretaris dewan yang namanya diduga tercantum sebagai penerima SPPD fiktif. Dugaan tersebut muncul dalam penerbitan pada tahun 2021.
Jumlah anggaran yang keluar dari adanya dugaan penerbitan SPPD fiktif itu, kata dia, beragam, mulai dari Rp1,8 juta hingga Rp3,9 juta per orang.
Persoalan ini terungkap dari hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Uang SPPD tercatat tidak digunakan sesuai dengan laporan untuk biaya penginapan. Dalam temuan, tercantum kerugian negara Rp186,57 juta. (ant)