PEMERINTAH Kota Mataram melalui Kepala Dinas Pariwisata Kota Mataram, Cahya Samudra mendorong pusat kuliner seafood yang ada di sepanjang jalan lingkar selatan Kota Mataram akan dijadikan kampung kuliner.
Penjual ikan bakar atau kuliner akan bekerja sama dengan perusahaan yang memiliki Corporate Social Responsibility (CSR) untuk menjadikan pusat kuliner seafood Loang Baloq lebih menarik. Termasuk dengan bangunan tempat berjualan, pun dengan kebersihan yang ada di lokasi tersebut.
“Kita mencoba mendorong mereka bekerja sama dengan CSR-CSR karena kemarin juga sempat ada salah satu pihak swasta yang mau membuatnya menjadi kampung kuliner dengan brand sendiri. Itu kita dorong ke sana nanti,” ujarnya kepada Ekbis NTB, Jumat, 31 Januari 2025.
Adapun yang kerap menjadi permasalahan bagi beberapa konsumen adalah harga kuliner yang cukup mahal. Tidak sebanding dengan pelayanan, termasuk dengan kebersihan dan pelayanan yang diberikan oleh penjual.
Namun, menurutnya, para pedagang termasuk pemerintah setempat juga sudah berupaya menjaga kebersihan, terbukti dengan disediakannya kantong-kantong sampah di sekitar lokasi kuliner seafood Loang Baloq.
“Kebersihan juga tetap dari segi wilayah, Camat tetap mengimbau mereka untuk tetap menjaga kebersihan. Ada kantong-kantong sampah yang mereka miliki,” sambungnya.
Begitupun dengan harga makanan, Cahya menegaskan harga makanan dan minuman khususnya seafood di kawasan wisata Loang Baloq masih tergolong terjangkau dibandingkan dengan tempat wisata lain.
“Sepanjang sepengetahuan saya, kalau dibilang mahal sih enggak juga kalau dibandingkan tempat yang lain. Di Loang Baloq masih murah, yang di pinggir-pinggir jalan itu masih murah kok,” katanya.
Disebutkan, para pedagang kuliner yang berjualan di pinggir jalan wisata Loang Baloq merupakan merupakan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menyewa lahan secara mandiri untuk berjualan. Sehingga, selain untuk mengembalikan harga ikan mentah, pedagang juga memperhitungkan biaya sewa lahan yang dikeluarkan.
“Kita ingin UMKM naik kelas dengan mempercantik tampilan mereka. Saat ini mereka berjualan di lahan pribadi yang mereka sewa sendiri, bukan di tanah milik pemerintah. Tapi tetap kitab imbau, memang menjadi cerminan pariwisata juga,” ucapnya. (era)